Benarkah RUU Omnibus Law Benar-benar Diperlukan untuk Mereformasi Birokrasi?

446

Baca juga: Cerita Sulistyowati Saat Bikin Suasana Kelas yang ‘Mencekam’ Jadi Gayeng Berkat Permen

“Ketika undang-undang tidak dikoreksi, seluruh proses akan berhenti,” ujar Purwadi.

Lulusan Fakultas Kehutanan UGM ini menambahkan, ada dua hal yang mejadi pokok penting dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Yakni pembangunan kembali ekosistem investasi dan mengedepankan peran UMKM.

Di sisi lain, Purwadi menilai ada budaya minor yang sulit diubah dalam pengurusan sebuah perizinan.

Dia memandang, bahwa dahulu perizinan merupakan buah transaksi antara pemberi izin dan klien.

Baca juga: Waspada Corona! Laporan Terkini Kondisi Beijing oleh Dubes Djauhari Oratmangun

Purwadi mencontohkan, untuk pengurusan Amdal (Analisis dampak lingkungan )saja, seorang investor mesti menunggu lama dan mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah.

Lebih lanjut, Purwadi menjelaskan bahwa ke depan tidak semua usaha mesti berbasiskan Amdal.

Usaha dengan skala menengah misalnya, cukup dengan UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup) atau UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Selain itu, di sektor usaha pengelolaan hasil hutan, pengusaha kelak diupayakan untuk memegang satu izin saja untuk bisa memanfaatkan potensi yang ada di wilayah usahanya.

“Butuh langkah ekstrem untuk menjadikan Indonesia sebagai negara efektif dalam hal birokrasi,” tutur Purwadi.

Baca juga: Dosen UGM Kembangkan Teknologi Pendukung Usaha Tani

“Pengaturan pada level PP dan Pepres diharapkan dapat lebih mengefektifkan rantai birokrasi,” katanya.

Sementara itu, Sukarmi menyimpulkan bahwa suatu landasan mesti dipenuhi ketika membuat sebuah peraturan perundang-undangan, dalam hal ini RUU Omnibus Law.

Landasan itu adalah filosofis, sosiologis, politis, yuridis, dll. Pertanyaannya, kata Sukarmi, apakah RUU Omnibus Law sudah memenuhi landasan tersebut.

Dia khawatir RUU ini kelak menjadi UU ‘siluman’ yang kemudian dinilai tidak bisa diterima masyarakat.

Pasalnya, Indonesia, yang berbasis civil law system, dinilainya masih terlalu awam untuk menerapkan Omnibus Law yang dikenal di negara berbasis common law system.

“Queensland (negara bagian Australia) membutuhkan waktu puluhan tahun untuk membuat UU Omnibus Law,” katanya. (Red-Ts/TH)

Baca juga: KAGAMA Lampung Adakan Rapat untuk Segera Dirikan Perguruan Tinggi