Benarkah RUU Omnibus Law Benar-benar Diperlukan untuk Mereformasi Birokrasi?

446

Baca juga: Munas IV KAGAMA Digelar pada Bulan Kasih Sayang, Dibuka Presiden Soeharto

Dari 190 kasus investasi yang mengalami hambatan, 32,6 persen di antaranya  terkendala karena perizinan.

Karena itu, RUU Omnibus Law hadir untuk merombak pendekatan dalam pemberian izin.

Walau begitu, Prof. Wihana Kirana Jaya menegaskan bahwa investasi bukan sekadar fungsi dari regulasi.

Sebab, Omnibus Law hanya bagian kecil dari reformasi birokrasi yang hendak dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan seluruh kabinet Indonesia Maju.

Wihana berharap, RUU Omnibus Law mampu menjadi pengatur bagi Pemerintah, pasar, dan pengusaha.

Seri kedua diskusi RUU Omnibus Law dilaksanakan HIMPUNI (Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri) pada Selasa (11/2/2020). Foto: Istimewa
Seri kedua diskusi RUU Omnibus Law dilaksanakan HIMPUNI (Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri) pada Selasa (11/2/2020). Foto: Istimewa

Baca juga: Tari Indang Persembahan Mahasiswa Indonesia Goyang Publik Rusia

Hal itu agar tumpang tindih peraturan tidak terjadi, selain juga mengurangi biaya transaksi ekonomi.

Di tengah diskusi, moderator Prof. Ahmad Erani Yustika, memberikan intermeso soal banyaknya klausul perizinan yang mesti dipenuhi sebelum seorang investor memutuskan berinvestasi.

Contohnya di sektor listrik, seorang investor mesti mengurus 250 perizinan.

“Di tengah pengurusan perizinan itu banyak calon investor yang pingsan karena panjangnya aturan,” kata Erani.

Purwadi Soeprihanto pun menyatakan hal yang senada mengenai fenomena tersebut. Dia mengatakan, memang ada banyak hal yang mesti direvisi pada level tertinggi.

Baca juga: Dosen UGM Ungkap Motif di Balik Maraknya Kerajaan Abal-abal