Jalan Didik Purbadi Temukan Jati Diri di UGM

2383
Ada alasan mengapa lama kuliah Didik Purbadi di Perencanaan Pengembangan Wilayah UGM baru rampung pada tahun ketujuh. Foto: Taufiq Hakim
Ada alasan mengapa lama kuliah Didik Purbadi di Perencanaan Pengembangan Wilayah UGM baru rampung pada tahun ketujuh. Foto: Taufiq Hakim

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Satu jurusan baru di UGM menarik hati Didik Purbadi untuk dituliskan dalam borang pendaftaran UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi) 1990.

Jurusan itu adalah  Perencanaan Pengembangan Wilayah (PPW) yang kala itu dinaungi Fakultas Geografi.

Kini, jurusan tersebut telah berubah nama menjadi Perencanaan Wilayah dan Kota yang menginduk di Fakultas Teknik.

Dalam kenangan Didik, kompetisi PPW UGM tergolong ketat kendati statusnya jurusan baru.

Pasalnya, 3.000 pendaftar harus bersaing untuk memperebutkan 18 kuota mahasiswa yang diberikan.

Di samping itu, Didik menilai, dibukanya jurusan PPW membuktikan UGM sudah punya gambaran yang visioner terhadap konsep desentralisasi.

“Pelajarannya memang untuk mengembangkan daerah baru, padahal di Indonesia saat itu belum ada otonomi daerah,” kata Didik kepada KAGAMA beberapa waktu lalu.

Didik ditetapkan sebagai mahasiswa teladan oleh Rektor Sukanto Rekso pada 1993. Foto: Didik
Didik ditetapkan sebagai mahasiswa teladan oleh Rektor Sukanto Rekso pada 1993. Foto: Didik

Baca juga: Menko PMK Punya Solusi Sederhana Tanggulangi Virus Mematikan Corona

Sulung dari empat bersaudara ini pun masih ingat apa yang membuatnya bangga berkuliah di PPW UGM.

Hal itu adalah beragamnya ilmu yang dia pelajari, mulai dari wilayah kebumian, antropologi, sosiologi, teknik, oseanoografi, ekonomi, hingga biologi.

“Kekuatan UGM  itu sebetulnya karena ada banyak jurusan yang menjadi satu. Ada teknik, humaniora, sosial, ekonomi, ilmu kebumian, dan budaya,” kata DIdik.

“Nah, itu yang tidak dimiliki perguruan tinggi lain,” terang pria yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Kawasan Industri Kendal (KIK) ini.

Masa-masa awal perkuliahan Didik ditempuh dengan cara yang tergolong luar biasa pada dekade itu.

Pasalnya, 165 SKS dia lahap dalam kurun tiga tahun saja.

Bandingkan dengan program S1 saat ini yang hanya mewajibkan mahasiswa mengambil antara 144-148 SKS.

Baca juga: Dian Nirmalasari: Untuk UGM Apa Sih yang Eggak?