Klitih Pelajar Jogja Bermula dari Candu Gadget dan Ketidakpedulian Orang Tua

622
Interaksi yang terlalu intens dengan gawai (gadget) memiliki hubungan dengan aksi klitih para pelajar di Jogja. Foto: Kompas
Interaksi yang terlalu intens dengan gawai (gadget) memiliki hubungan dengan aksi klitih para pelajar di Jogja. Foto: Kompas

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Dr. dr. Carla R. Marchira menjelaskan, hari ini tidak ada yang mengatakan gawai (gadget) tidak penting.

Mengingat saat ini telah memasuki era 4.0. Pernyataan itu dia jelaskan dalam konferensi pers Winter Course on Inprofessional Health Care 2020 yang dihelat FK-KMK UGM pada Selasa (14/1/2020).

Namun, yang menjadi pertanyaan Dr. Carla adalah apakah kita tidak boleh mematikan gawai menjelang istirahat?

Dia memberi contoh kasus pada profesinya. Dr. Carla mengakui memiliki waktu untuk mematikan gawai karena harus beristirahat.

Lebih-lebih, ketika dia tidak sedang menjadi dokter penanggung jawab. Hal itu bahkan dia terapkan kepada anaknya.

“Bagitu anak-anak akan tidur, Saya suruh untuk dimatikan. Sering dipatuhi atau tidak? Kadang dipatuhi kadang juga tidak,” Dr. Carla.

Dr. Carla menilai, candu anak terhadap gawai berpangkal dari kesadaran orang tuanya.

Baca juga: Tindakan Saling Serang AS-Iran Menurut Hukum dan Kebijakan

Sehingga, jika sang orang tua tak mau menciptakan interaksi aktif, anak-anak bakal lebih akrab dengan gawainya.

Kendati demikian, satu keluarga bisa makan dalam satu meja.

Fenomena anak-anak yang lebih lekat dengan gawai ketimbang keluarga ternyata dipandang Dr. Carla ada kaitannya dengan klitih. 

Sebagai informasi, klitih adalah istilah yang tengah populer di Jogja tentang aksi kriminalitas.

Aksi kriminalitas itu didalangi oleh geng sepeda motor dari pelajar.

Dalam beberapa pekan terakhir, aksi klitih meresahkan warga Jogja.

Mereka menyerang para warga dengan target tanpa pandang bulu dan tanpa alasan yang masuk akal.

Baca juga: Penyebab Indonesia Mengalami Darurat Kesehatan Mental di Era Serba Teknologi