Pariwisata Berbasis Budaya di DIY Belum Sepenuhnya Terwujud, Ini Kendala dan Strateginya

229

Baca juga: Tutup Usia, Prof. Sudi Nurtini Dikenal Sosok yang Lembut dan Menyejukkan

Namun, memang masih ada beberapa hal yang perlu dikembangkan.

Jumadi kemudian memaparkan indikator keberhasilan pengembangan pariwisata berbasis budaya, di antaranya ada yang bisa dinikmati (keindahan alam dan objek), ada yang bisa dilakukan (melakukan aksi kesenian, eksperimen wisata), dan ada yang bisa dibawa pulang (cendera mata).

“Pendekatan pengembangannya, harus dilakukan berbagai langkah yang melibatkan unsur akademik, bisnis, pemerintah, komunitas, konsumen, dan media,” ujar Jumadi.

Sesuai risetnya tahun 2015 lalu, Jumadi menawarkan berbagai strategi pengembangan pariwisata yang dia jabarkan ke dalam beberapa poin yakni security, emphaty, tangible, assurance, responsiveness, reliability dan acces (SETARRA).

“Jika itu mampu dikembangkan, maka wisatawan akan mendapatkan pelayanan wisata yang lebih cepat, baru, aman, nyaman, ramah, dan sopan,” ujarnya.

Baca juga: Kagama Peduli Banjir Salurkan Bantuan Alat Kebersihan

Ke depan, wisatawan makin loyal dan puas. Selanjutnya hal tersebut akan berdampak baik bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam upaya tersebut, Jumadi menemukan berbagai kendala dalam perjalanannya.

Seperti lemahnya dukungan kebijakan, efek demonstrasi (terbenturnya budaya lokal dan asing), lemahnya SDM di bidang pariwisata, serta kesadaran masyarakat yang masih rendah sebagai tuan rumah.

“Efek demonstrasi ini contohnya. Banyak wisatawan asing mengenakan bikini, dikhawatirkan akan diikuti oleh masyarakat lain.”

“Pengembangan pariwisata berbasis budaya itu perlu. Misalnya, setiap kali berkunjung ke objek wisata tertentu harus berpakaian khusus,” tandasnya. (Kinanthi)

Baca juga: Soal Banjir Jakarta, Pakar UGM Sebut Harus Ada Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu