Peraih IPK Tertinggi se-UGM Ini Ingin Jadi Peternak Unggas

1918
Saat tidak ada jadwal kuliah, Chusnul membantu ayahnya berjualan soto. Terkadang juga membantu ibunya berjualan sate di sore hari. Foto: istimewa

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Menjadi wakil wisudawan Fakultas Peternakan UGM sekaligus meraih IPK tertinggi se-UGM, tak pernah direncanakan Chusnul Hasanah (22).

Dia mengaku hanya memiliki target IPK cumlaude.

Chusnul resmi meraih gelar sarjananya pada Wisuda Program Sarjana dan Diploma Periode I Tahun Akademik 2019/2020.

Dia meraih IPK 3.96 dengan masa studi 4 tahun 1 bulan.

Hari itu menjadi hari bahagia Chusnul dan keluarganya.

Apalagi Chusnul menjadi lulusan terbaik.

Diceritakan olehnya, orang tua Chusnul, bahkan sempat menangis begitu mengetahui putrinya meraih IPK tertinggi.

Di masa depan, Chusnul bercita-cita menjadi pengusaha ternak unggas, dengan harapan usahanya itu bisa mendukung usaha orang tuanya juga. Foto: istimewa
Di masa depan, Chusnul bercita-cita menjadi pengusaha ternak unggas, dengan harapan usahanya itu bisa mendukung usaha orang tuanya juga. Foto: istimewa

Baca juga: Kagama Lahir dari Ide Prof Dr Sardjito

Ketika ditanya soal trik belajarnya, Chusnul mengaku tidak memiliki trik khusus atau metode belajar yang unik.

“Untuk proses belajar sebenernya kaya biasa, setiap kuliah sebisa mungkin mencatat dan mengoleksi materi-materi, ketika belajar biasanya Saya ada diskusi dan belajar bersama,” jelas Chusnul.

Bisa meraih IPK tinggi tidak mudah bagi Chusnul, mengingat beban kuliah dan praktikum di Fakultas Peternakan cukup padat dan berat.

Chusnul kala itu harus benar-benar pandai membagi waktu.

“Paling ingat waktu lembur ngerjain laporan, tidur sambil duduk bersandar di tembok,” ujarnya.

Di luar waktu kuliah Chusnul aktif di beberapa organisasi seperti Forum Studi Mahasiswa Peternakan dan Keluarga Muslim Fakultas Peternakan (KMFT) UGM.

Meski mempunyai tanggung jawab menyelesaikan studi dengan baik dan aktif di organisasi, perempuan asal Madura, Jawa Timur ini tidak lupa pada kewajibannya terhadap keluarga.

Baca juga: Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Masih Tinggi, Mengapa?