Panut bercerita, ketika Ibu Kota dipindah ke Yogyakarta, Sardjito juga mendirikan dan memimpin Fakultas Kedokteran dan Farmasi, serta menjabat sebagai Ketua Palang Merah Klaten.
Namun demikian, Klaten tak luput dari serangan tentara Belanda.
Pada 23 Desember 1948, sekira 1 batalyon militer Belanda ditempatkan di Klaten.
Serangan demi serangan kembali terjadi. Klaten tak luput dari agresi Militer Belanda II.
Lagi-lagi, Sardjito tetap bertahan. Darah pertiwi membakar semangatnya.
Baca juga: Menengok Korupsi di Jawa pada Zaman Thomas Raffles Berkuasa
Justru dengan kondisi serba terbatas dan dalam ancaman mesiu, ide kreatifnya muncul.
Dia pun membuat makanan multivitamin yang kemudian dikenal dengan “Biskuit Sardjito”.
“Beliau ahli Farmatologi, jadi tidak sulit membuat makanan instan bergizi tinggi. Biskuit ini banyak mengandung kalori dan protein untuk memenuhi kecukupan energi bagi para tentara,” ujarnya.
Dengan Memberi Akan Menjadi Kaya
Dengan memberi akan menjadi kaya. Begitulah orang-orang dekat Sardjito mengenangnya.
Seperti halnya Sri Rejeki, adik menantu Sardjito yang pernah tinggal di kediamannya di Jalan Cik Di Tiro Nomor 16, Yogyakarta.
Baca juga: Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Masih Tinggi, Mengapa?