Perubahan Iklim dan Perilaku Manusia Sebabkan Akses Air Bersih Makin Sulit

936
Ilustrasi: Seiring dengan padatnya pemukiman, kegiatan industri, polutan, dan sanitasi rumah tangga yang belum baik, membuat kualitas air bersih terancam. Foto: suratkabar.id
Ilustrasi: Seiring dengan padatnya pemukiman, kegiatan industri, polutan, dan sanitasi rumah tangga yang belum baik, membuat kualitas air bersih terancam. Foto: suratkabar.id

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Masyarakat yang tinggal di daerah minim air bersih, kerap mengalami gangguan kesehatan.

Misalnya anak-anak yang mengalami gigi rusak hingga penyakit osteoporosis yang dialami orang dewasa.

Tutik Sriani, Ph.D, peneliti sekaligus CEO iiToya menerima cerita ini dari salah seorang warga yang tinggal di Kalimantan Barat.

Semakin sulit masyarakat mengakses air bersih, kata Tutik, merupakan bagian dari climate change.

Curah hujan berkurang, kemudian musim kemarau bertambah panjang, akibatnya cadangan air minipis.

Menurutnya, masyarakat perlu menyadari ini supaya paham pentingnya kebutuhan air bersih.

Tutik menjelaskan, kualitas air berasal dari geologi tanah.

Namun, seiring dengan padatnya pemukiman, kegiatan industri, polutan, dan sanitasi rumah tangga yang belum baik, membuat kualitas air bersih terancam.

Tutik Sriani, Ph.D, peneliti sekaligus CEO iiToya, Alat Filter Air Hemat Energi. Foto: Kinanthi
Tutik Sriani, Ph.D, peneliti sekaligus CEO iiToya, Alat Filter Air Hemat Energi. Foto: Kinanthi

Baca juga: Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia dan Solusinya

Tutik mengatakan, sebetulnya banyak air di Jawa yang sudah tidak layak, kecuali wilayah yang berada di luar industri.

Selain itu, kesulitan mengakses air bersih yang sedang dialami ini, merupakan ulah manusia sendiri.

Kecuali penduduk yang memang tinggal di daerah yang kondisi geologisnya tidak mendukung air bersih.

”Kalau seperti ini kan memang harus pemerintah yang turun tangan. Tapi, kalau kita tinggal di wilayah yang sebetulnya punya sumber air bersih dan tiba-tiba alami kekeringan atau banjir, maka kita perlu mempertanyakan kualitas resapan airnya,” jelasnya.

Konservasi Air dengan Berbagai Cara

Cara menyikapinya, kata Tutik, bagaimana masyarakat sebisa mungkin menyalurkan air hujan yang kita terima masuk ke dalam tanah.

Jangan sampai air hujan tersebut terbuang menjadi banjir atau menggenang.

Menurutnya, cara kerja tanah itu seperti filter.

Semakin dalam air yang masuk, maka semakin lama air tersebut disaring.

Baca juga: Perjalanan Mengharu Biru Widyanto Sampai Menjadi Dosen Kehutanan UGM