Soal Penolakan UAS di UGM, Alumni Sampaikan Dukungan Moril kepada Rektorat UGM

508

Baca juga: Sumbangsih KAGAMA Wujudkan Reformasi 1998

UGM dibangun berlandaskan nilai-nilai Pancasila, sehingga ini juga menjadi landasan belajar mengajar dan pembentukan organisasi yang ada di dalamnnya.

“Masjid itu memang difasilitasi untuk umat. Tetapi, masjid itu milik UGM, sehingga sudah sewajarnya takmir menghormati rektorat. Tapi, ketidaksetujuan takmir itu disampaikan secara terbuka, bukan melalui diskusi tertutup. Hal ini dianggap tidak menghargai rektorat, apalagi dalam pernyataanya itu, ia menyebut-nyebut alumni,” ujarnya.

Senada dengan yang disampaikan pembicara lainnya, Bambang Adji alumnus Fakultas Kehutanan angkatan 1969 mengatakan bahwa UGM merupakan kampus yang pancasilais sejak dulu.

Untuk itu dirinya juga merasa keberatan jika ada paham radikal yang berkembang di kampus ini.

Dengan ini, pihaknya siap memberi dukungan moral kepada Rektor UGM untuk menjaga jati diri sebagi kampus rakyat, yang setia menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dalam bingkai NKRI dan dasar negara Pancasila.

Pihaknya yang tergabung dalam Alumni UGM Setia Pancasila kemudian menyatakan sikap.

Pertama, mendukung secara moril kepada Rektorat UGM atas sikap dan kebijakannya yang selama ini tetap menjaga NKRI serta setia kepada Pancasila.

Kedua, menolak segala bentuk politisasi agama yang bertujuan bagi pengembangan faham radikalisme.

Baca juga: KAGAMA Riau Beri Bantuan Korban Kabut Asap

Ketiga, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa menjaga kesatuan dan persatuan dalam bingka NKRI dan dasar negara Pancasila.

Keempat, menolak sikap dan praktik anarkis termasuk pemaksaan kehendak dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa.

Agung menambahkan, sebelumnya alumni UGM merasa prihatin lantaran negara besar yang sudah diakui demokrasinya mengalami banyak persoalan.

Mulai dari aksi bela agama 414, aksi bela ulama 212, sampai kemudian berhembus gerakan penegakan Khilafah di Indonesia.

Sejak saat itu konflik horizontal terus terjadi.

Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan disintegrasi bangsa.

“Terakhir yang tak kalah memprihatinkan adalah peristiwa penganiayaan yang dialami Ninoy Karundeng dan penyerangan terhadap Menkopulhukam, Wiranto. Dari situasi ini para alumni sampai pada satu diskusi yang menyimpulkan bahwa, ada gejala pengembangan paham radikal,” pungkas Agung. (Kinanthi)

Baca juga: UGM Wujudkan Mimpi Desa Terpencil Sulawesi Tengah Nikmati Listrik