Menelaah Hak Korban dan Posisi Masyarakat Adat dalam RKUHP

682

Baca juga: Perlu Belajar dari Facebook untuk Meningkatkan Keamanan Data Pribadi

Pasal tersebut, kata Tody, menimbulkan pro kontra.

“Kalau hukum yang hidup dianggap sebagai perluasan asas legalitas, yang artinya tidak ada perundang-undangannya, sepanjang ada hukum yang hidup dalam masyarakat yang mengatur seorang terpidana, dia bisa dipidana,” tandas Tody.

Banyak orang mengatakan pasal ini mendorong neo primordialisme dan narasi patriarki dalam hukum adat.

Tody mengatakan hukum adat memang menjadi persoalan.

Sebab seringkali bertentangan dengan HAM dan mengabaikan hak kelompok rentan.

Baca juga: Pemanfaatan Teknologi Kunci Penting Regenerasi Petani

Ada 3 catatan yang disampaikan Tody.

Pertama perbedaan hukum yang hidup, hukum adat, dan norma kesusilaan.

“Hukum yang hidup meliputi non state law, hukum adat, living law, dan norma kesusilaan. Kemudian dalam hukum adat ada masyarakat adat dan non masyarakat adat. Terakhir non state law di dalamnya ada sport law, internet law, dan lex mercantoria,” papar Tody.

Lalu apa paradigma dan orientasi pemuatan ‘hukum yang hidup’ dalam RKUHP?

Tody menjelaskan, 12 dari 15 ketentuan memungkinkan seseorang dijatuhi pidana dan 3 ketentuan yang berorientasi netral.

Baca juga: Cerita Bambang Purwoko Mendidik dan Tinggal Bersama Anak-anak Papua