Industri Kelapa Sawit dalam Paradoks Pembangunan

408

Baca juga: Agrosociopreneur Jalan Terang untuk Kemajuan Pertanian dan Ketahanan Pangan

Sementara itu, Hero Marhaento, S.Hut, M.Si., Tenaga Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM menjelaskan, pengembangan industri kelapa sawit memunculkan dilema.

Di satu sisi mendukung kepentingan lokal dan nasional, di sisi lain terjadi eksploitasi di dalamnya.

Dirinya sependapat dengan KPK tentang buruknya tata kelola industri kelapa sawit, yang kemudian menyebabkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat.

Ia kemudian memaparkan paradoks pembangunan yang sedang terjadi.

“Secara ekonomi mantap. Tetapi, lingkungan hidup dikorbankan, mulai biodiversitas yang terancam, bencana kekeringan, hingga kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini,” ujar Hero.

Baca juga: Pemanfaatan Teknologi Kunci Penting Regenerasi Petani

Ia menambahkan, walaupun kelapa sawit menjadi komoditas terbesar, harga jual cenderung fluktuatif.

Meskipun demikian, Hero meluruskan industri kelapa sawit yang seolah-olah menjadi tersangka tunggal dari adanya kerusakan hutan dan lingkungan hidup.

“Sebetulnya bukan hanya sawit saja. Yang jelas, penyebab kerusakan hutan dan lingkungan hidup itu ya praktik monokultur. Menanam satu jenis tanaman di satu area itu ada bahayanya, seperti menurunkan produktivitas, polusi udara akibat usaha pembasmian hama, over supply yang menyebabkan menurunnya harga komoditas, dan sebagainya,” jelas Hero.

Dalam paparannya itu, Hero juga menjelaskan perkebunan kelapa sawit ilegal tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan kebanyakan berada di hutan.

Ia juga mengungkapkan, industri kelapa sawit yang katanya menguntungkan itu hanyalah mitos.

Baca juga: Cerita Bambang Purwoko Mendidik dan Tinggal Bersama Anak-anak Papua

“Saya bersama masyarakat pernah mengadakan FGD untuk sama-sama menghitung keuntungan sawit. Per hektar ternyata cuma beri untung Rp600.000. Jadi, supaya dapat pemasukan, pelaku usaha harus mengkapitalisasi lahan,” ungkapnya.

KPK kemudian mengusulkan adanya perbaikan tata kelola industri kelapa sawit.

“Sejatinya kelapa sawit adalah milik bersama, bukan perusahaan tertentu,” pungkasnya.

Selain dua pembicara tersebut, telah hadir juga Kepala Divisi Replanting Reforestration dan Promosi Perkebunan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Fajril Amirul, M.Sc. dan Ghifari Ramadhan Firman dari Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) UGM sebagai moderator. (Kinanthi)

Baca juga: Perkembangan Bisnis dan Tren Minum Kopi di Indonesia