Silverius Djuni: Menjadi Staf Pengajar Tak Hanya Transfer Knowledge

1027
Silverius Djuni merupakan satu-satunya laki-laki yang IPK-nya tiga ke atas waktu lulus. Foto: Kinanthi
Silverius Djuni merupakan satu-satunya laki-laki yang IPK-nya tiga ke atas waktu lulus. Foto: Kinanthi

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Meskipun bukan pilihan pertama, Dr.Silverius Djuni Prihatin, M.Si, menikmati kariernya di bidang Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK).

Djuni kini sering berkutat dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat (empowerment).

Pria kelahiran 54 tahun lalu ini, menempatkan jurusan PSdK (dulu disebut Sosiatri) di pilihan ke dua.

Saat itu, ia mendapatkan informasi dari kawannya yang ayahnya merupakan dosen Sosiatri.

Bayangan pertama tentang Sosiatri di benak Djuni adalah membangun masyarakat desa.

Baca juga: Seluk Beluk Jurusan PSdK UGM

“Ini menjadi isu yang sedang tren saat itu. Dengan isu ini saya akhirnya tertarik masuk jurusan Sosiatri,” ujar Djuni.

Begitu kuliah di Sosiatri, Djuni sedari awal sudah terbawa senang, karena bisa diterima di perguruan tinggi lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan Politeknik Negeri (PMDK).

Di samping itu, Djuni mengaku berasal dari keluarga sederhana.

“Orang tua punya ekspektasi besar supaya Saya segera lulus dan bekerja. Dengan begitu Saya bisa membantu adik-adik Saya,” ujar sulung dari enam bersaudara ini.

Meskipun begitu, bagi Djuni sulit atau tidaknya perjuangan yang dilalui, hal ini tergantung bagaimana orang menikmati dan mensyukurinya.

Memandang mahasiswa tidak hanya cukup dilihat dari sisi perkembangan akademiknya, tetapi perlu juga melihat sisi lain, terutama dari kehidupan pribadinya. Foto: PSdK
Memandang mahasiswa tidak hanya cukup dilihat dari sisi perkembangan akademiknya, tetapi perlu juga melihat sisi lain, terutama dari kehidupan pribadinya. Foto: PSdK

Baca juga: Resep Memilih Mata Kuliah Pilihan

Seiring berjalannya waktu tantangan demi tantangan Djuni hadapi di dunia akademik.

Dikisahkan olehnya, kuliah zaman dulu lebih sulit dibanding sekarang.

“Dosen-dosen galak dan seram. Tugas banyak, nilainya juga ‘mahal’,” ungkap alumnus SMA Kolese De Britto, Yogyakarta itu.

Namun, di sisi lain pergaulan dengan teman tidak semenakutkan itu.

Djuni sedikit bercerita, adanya tugas-tugas kelompok membuat suasana pertemanan menjadi akrab dan menyenangkan.

Baca juga: Fakta di Balik Pertemuan Jokowi-Prabowo Menurut Temuan CfDS FISIPOL UGM

Solidaritas dan sikap empati terhadap orang lain kian tumbuh dan masih dipelihara hingga sekarang.

Semasa kuliah Djuni aktif di KOMATRI, sekarang berubah nama menjadi Keluarga Mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA).

Di luar kampus, Djuni bergabung dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Kota Yogyakarta.

Melalui organisasi ini, anggota KNPI bersama pemerintah konsen menangani isu-isu pemuda.

“Lewat kegiatan ini, Saya berupaya menumbuhkan jiwa dan wawasan kebangsaan. Kegiatan biasanya berhubungan dengan hari-hari besar nasional,” jelas dosen yang menyelesaikan pendidikan master hingga doktornya di FISIPOL UGM itu.

Baca juga: KKN UGM Gandeng PP KAGAMA Kembangkan Kawasan Perkotaan Baru Rasau Jaya