Asmat, Panggung Budaya Indonesia di Papua

895
Sebagaimana diskusi-diskusi sebelumnya, dalam merespon kegairahan pembangunan Papua biasanya kami mencoba melihat persoalan ini dalam perspektif yang lebih luas. Foto: Bambang
Sebagaimana diskusi-diskusi sebelumnya, dalam merespon kegairahan pembangunan Papua biasanya kami mencoba melihat persoalan ini dalam perspektif yang lebih luas. Foto: Bambang

Oleh: Bambang Purwoko (Ketua Gugus Tugas Papua UGM)*

Eksotisme Asmat

Asmat adalah lukisan indah tentang budaya asli Papua yang sudah ratusan tahun mengisi ruang-ruang imajinasi manusia. Bayangan tentang eksotisme kehidupan primitif Asmat menjadi magnet yang menyedot perhatian para antropolog dari berbagai penjuru dunia.

Asmat juga dikenal sebagai ikon budaya Papua, dengan daya tarik sangat kuat yang menggoda wisatawan asing untuk terus berdatangan mengunjungi kabupaten rawa-rawa yang dibelah sungai-sungai raksasa.

Setelah tertunda beberapa kali karena agenda kerja di wilayah lain Papua, pertengahan bulan lalu saya dan Dr. Gabriel Lele akhirnya berhasil juga tiba di Agats, ibukota Kabupaten Asmat. Kami berdua diundang Bupati Elisa Kambu, yang sudah lama berkeinginan menjalin kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada untuk percepatan pembangunan daerahnya.

Kami terbang dari Timika dengan pesawat carter Rimbun Air, bersama dengan Kepala Stasiun RRI Merauke Max Yonas dan dua crew, dikawal langsung dua pejabat Pemda Asmat yang secara khusus ditugasi Bupati menjemput kami.

Agats tampak dari udara. Foto: Bambang
Agats tampak dari udara. Foto: Bambang

Baca juga: Siswa Papua Menggapai Asa

Sebelum mendarat, atas permintaan Bupati, pilot pesawat membawa kami terbang rendah berputar-putar di sisi belakang kota Agats. Terlihat jelas hamparan tanah datar yang luas, ditumbuhi pepohonan nan hijau, mencuatkan harapan untuk kemajuan masa depan.

Target kunjungan awal ini yaitu agar kami bisa menyaksikan kondisi Agats dan Asmat secara langsung, mendapatkan sense lapangan yang lebih konkret; sehingga bisa membantu pemerintah daerah merancang agenda prioritas percepatan pembangunan Asmat.

Saat ini pemda setempat sedang merancang pembangunan “kota baru” Agats, bergeser masuk ke dalam dari lokasi sebelumnya yang berada persis di bibir muara sungai dan lautan.

Bupati yang merakyat. Foto: Bambang
Bupati yang merakyat. Foto: Bambang

Bupati Merakyat

Hanya butuh waktu 45 menit dari Timika hingga akhirnya kami mendarat di bandara Ewer, Asmat. Turun dari pesawat, kami berjalan kaki menuju dermaga yang hanya berjarak 300 meter dari tempat parkir pesawat.

Beberapa speed-boat milik Pemda membawa kami menderu menerjang ombak sungai besar menuju dermaga Agats yang hanya 25 menit lamanya dari bandara Ewer.

Di dermaga Agats kami disambut langsung oleh Bupati dan beberapa pejabat setempat. Hujan gerimis yang semakin deras seolah ikut menyambut kedatangan kami. Menurut Bupati, hujan adalah berkah bagi masyarakat Asmat, karena itulah satu-satunya sumber air bersih yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.

Baca juga: Kagama Papua Barat Ajak Seluruh Alumni Bangun Tanah Papua