Tiga Permasalahan Hukum di Indonesia Menurut Refly Harun

589
Ketika ingin berpolitik, maka lepas pakaian akademik kita. Foto: Sirajuddin
Ketika ingin berpolitik, maka lepas pakaian akademik kita. Foto: Sirajuddin

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – “Apakah negara Indonesia adalah negara yang kuat terhadap hukum?”

Demikian penggalan ceramah Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M ketika mengisi public lecture (15/5/2019), setelah salat tarawih di Masjid Kampus UGM.

Membawakan tema tentang penyelenggaraan hukum di Indonesia, alumnus Fakultas Hukum UGM ini membabar pengalaman selama mempelajari ilmu Hukum dan saat bekerja.

“Kebanyakan kita takut hukum bukan dari isi hukum itu sendiri, tetapi dari aparatnya,” terangnya.

Refly mengibaratkan ketika kita naik motor, helm yang dipakai bukan untuk keselamatan dan taat hukum, tetapi karena takut kepada polisi.

Ia berpandangan bahwa kondisi legal culture masyarakat Indonesia belum kuat.

Hal ini disebabkan kecenderungan manusia yang ingin berbuat bebas.

Problematika ini berakar dari budaya masyarakat yang tidak kuat dalam sisi penegakan hukum secara struktural.

Secara garis besar, Refly membedakan tiga masalah hukum di Indonesia, yakni dari substansi hukum, institusi hukum, dan legal culture.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, hukum di Indonesia cukup berjalan baik, meskipun masih bisa untuk ditingkatkan.

“Salah satu yang perlu ditingatkan adalah agenda pemberantasan korupsi, pendekatan Hak Asasi Manusia, perluasan partisipasi publik, dan hukum bagi orang miskin,” tuturnya.

Ahli hukum tata negara ini menggambarkan bahwa landscape hukum di Indonesia perlu diarahkan dalam perbaikan secara terus-menerus.

Menurutnya, kondisi hukum negara ini bukan berarti buruk, tetapi perlu diperbaiki lagi untuk menjadi negara hukum yang baik.