Pakar UGM Bicara Soal Pemindahan Ibu Kota Negara

721

Di mana?

Hal terpenting selanjutnya yang perlu dipikirkan ialah lokasi yang bisa dijadikan ibu kota. Namun sebelum melangkah, ada beberapa kriteria yang harus menjadi acuan menurut Aris Marfai.

Menurutnya, harus ada mekanisme ilmiah untuk menyusun pertimbangan ibu kota negara yang diarahkan pada mekanisme penapisan (scanning). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya potensi penumpukan masalah di masa yang akan datang.

Menurutnya ada beberapa parameter yang harus dimiliki sebuah wilayah sebelum ditetapkan menjadi ibu kota negara. Di antaranya seperti harus memerhatikan aspek fisik yang akan mempengaruhi keberadaan risiko bencana. Karakteristik ini meliputi karakter morfologi, material dan proses.

“Calon ibu kota baru tidak boleh berada pada daerah patahan, karena akan rawan terhadap ancaman gempa bumi. Selain itu, ibu kota yang baru harus terhindar dari ancaman bencana tsunami,” terangnya.

Aspek lain yang perlu diperhatikan selanjutnya terkait aspek kependudukan. Ibu kota yang baru harus berlokasi di kota dengan jumlah penduduk dan kepadatan yang masih minim. Karena lokasi yang baru akan langsung menerima migrasi pegawai negeri sipil (PNS) minimal sebesar 1,6 juta jiwa.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Sukamdi. Adanya migrasi PNS ini akan memicu pertumbuhan penduduk yang jika tidak dapat disikapi maka akan menimbulkan masalah awal kembali.

“Selain itu, pemilihan lokasi ibu kota baru mempertimbangkan aksesibilitas yang mudah dari Jakarta ke calon ibu kota baru. Hal ini untuk memudahkan interaksi antara fungsi pemerintahan dengan fungsi perekonomian,” terangnya.(Rosa)