Dekan Filsafat UGM: Ilmu Sosial Profetik Memiliki Peluang Besar di Masa Depan

1796
Ilmu sosial profetik sebenarnya bukan hal baru, dan ilmu sosial profetik memiliki peluang besar di masa depan.(Foto: istimewa)
Ilmu sosial profetik sebenarnya bukan hal baru, dan ilmu sosial profetik memiliki peluang besar di masa depan.(Foto: istimewa)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Bagi Guru Besar FIB UGM Prof. Dr. Kuntowijoyo, paradigma ilmu sosial positivistik yang saat ini diyakini benar oleh mayoritas orang ternyata masih memiliki banyak kekurangan. Inilah yang kemudian mendorongnya memunculkan gagasan lain, yaitu ilmu sosial profetik.

Pemikiran tersebut dikembangkan Kuntowijoyo melalui makalah-makalahnya yang kemudian diramu kembali dalam buku Menuju Ilmu Sosial Profetik Oleh Dr. Muhammad Supraja, S.H., M.Si. Penulis  yang merupakan Dosen Sosiologi UGM INI mengemas gagasan Kuntowijoyo tersebut dalam 134 halaman buku yang terdiri dari 9 bagian.

“Buku ini berisi makalah dari Pak Kunto, di situ terlihat bagaimana Pak Kunto menginginkan adanya ilmu sosial profetik sebagai ilmu alternatif,” terang Supraja dalam Diskusi Bedah Buku Menuju Islam Profetik pada Rabu (09/04/2019).

Menurut Supraja, ada tiga pilar ilmu profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo, yaitu liberasi, humanisasi dan transendensi.(Foto: istimewa)
Menurut Supraja, ada tiga pilar ilmu profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo, yaitu liberasi, humanisasi dan transendensi.(Foto: istimewa)

Berlokasi di  Ruang Sidang 1 Lantai 2 Masjid Kampus UGM, diskusi ini diselenggarakan oleh Pusat Kajian Riset Keilmuan Profetik Masjid Kampus UGM. Diskusi ini menghadirkan Dekan Fakultas FIlsafat UGM, Dr. Arqom Kuswanjono M.Hum., sebagai pembedah buku.

Menurut Supraja, ada tiga pilar ilmu profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo, yaitu liberasi, humanisasi dan transendensi.

“Liberasi yaitu semangat pembebasan, sedangkan humanisasi sendiri ialah memanusiakan manusia, sedangkan transendensi itu ketuhanan,” terang Supraja.

Pilar ilmu profetik yang diambil Kuntowijoyo dari Alquran ini sepintas memiliki kesamaan seperti teori kritis yang dikembangkan di Frankfurt School. Namun menurut Supraja, ada satu pembeda dari pemikiran Kuntowijoyo dan teori kritis Frankfurt School, yaitu adanya konsep transendensi.