Anak Muda Keturunan Tionghoa Gelar Cembengan di Makam Gunung Sempu

1793
Cembengan atau bersih makam dalam tradisi Jawa ini, dilakukan pada sejumlah makam yang tidak terawat karena tak pernah dikunjungi oleh keluarga mereka.(Foto: Wempi)
Cembengan atau bersih makam dalam tradisi Jawa ini, dilakukan pada sejumlah makam yang tidak terawat karena tak pernah dikunjungi oleh keluarga mereka.(Foto: Wempi)

KAGAMA.CO, BANTUL – Puluhan anak muda keturunan Tionghoa yang tergabung falam Komunitas Cici dan Koko Jogjakarta, serta Komunitas Hakka Ako Amoi Jogjakarta mengadakan tradisi Cembengan di Kompleks Makam Gunung Sempu 2, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (07/04/2019).
Cembengan atau bersih makam dalam tradisi Jawa ini, dilakukan pada sejumlah makam yang tidak terawat karena tak pernah dikunjungi oleh keluarga mereka. Selain membersihkan makam, anggota komunitas ini juga menabur bunga dan berdoa di makam.
“Tradisi ini selalu diadakan setiap tahun oleh Komunitas Cici dan Koko, serta Komunitas Hakka Ako Amoi Jogja, sebagai wujud pelestarian tradisi dan memghormati leluhur,” ujar Tania, salah satu anggota komunitas Cici dan Koko Jogjakarta.
Tradisi Cembengan terbentuk dari tradisi masyarakat Tionghoa yang bekerja di Pabrik Gula Madukismo, Bantul. Tradisi yang telah berlangsung lebih dari seratus tahun ini dilakukan sebelum masa giling tebu.
Meski kompleks makam Gunung Sempu lebih dikenal sebagai makam masyarakat keturunan Tionghoa, namun banyak warga sekitar dari berbagai latar belakang agama juga dimakamkan di sini.(Foto: Wempi)
Meski kompleks makam Gunung Sempu lebih dikenal sebagai makam masyarakat keturunan Tionghoa, namun banyak warga sekitar dari berbagai latar belakang agama juga dimakamkan di sini.(Foto: Wempi)
Tujuannya meminta berkah dari leluhur untuk kelancaran proses giling tebu yang ada di PG. Madukismo. Sebenarnya tradisi yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa di Jogjakarta imi bernama Cing Bing.
“Karena lidah orang Jawa sulit menyebutkannya, kata Cing Bing pun akhirnya jadi Cembengan,” ungkap Tania.
Sementara itu, menurut juru kunci makam Gunung Sempu, Thomas, banyak makam keturunan Tionghoa yang tidak terawat. ” Kemungkinan karena keturunan mereka tidak tinggal di Jogja lagi,” ujarnya.
Meski demikian, Thomas dan warga sekitar tetap berupaya menjaga dan merawat makam yang tidak terawat tersebut. Menurut Thomas, meski kompleks makam Gunung Sempu lebih dikenal sebagai makam masyarakat keturunan Tionghoa, namun banyak warga sekitar dari berbagai latar belakang agama juga dimakamkan di sini.
“Sudah sejak lama makam ini digunakan untuk masyarakat umum, dan tidak ada masalah,” terang Thomas.(Wempi)