KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Tingginya angka stunting pada anak balita yang mencapai 29 persen, menunjukan masih ada pekerjaan rumah untuk menyelesaikan permasalahan gizi di Indonesia. Padahal pada periode balita, tumbuh kembang anak sedang berlangsung secara optimal.
Permasalahan anak kekurangan gizi di periode balita memiliki dampak cukup berarti bagi tumbuh kembang anak ke depan.
“Utamanya bagi tumbuh kembang otak, mental, kecerdasan hingga fisik,” Tulis Ariska Nurfajar Rini dalam Tesisnya di Program Studi Magister Sains Ilmu Ekonomi UGM.
Argumen tersebut juga diperkuat oleh Baker dan Hales melalui teori Thrifty Phenotype. Teori ini menjelaskan bahwa bayi atau balita yang mengalami kekurangan gizi secara permanen akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan sejak pasca lahir hingga dewasa.
Peran orang tua terutama ibu memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meminimalisir kasus stunting. Oleh sebab itu ibu perlu memiliki bekal atau modal dalam mengasuh anak.
Modal dalam mengasuh anak mencakup modal secara finansial atau pendanaan, modal pengetahuan, hingga modal sosial yang berupa dukungan sosial dari lingkungan.