Meriahnya Warna-warni Nitilaku, dari Busana Adat hingga Kesenian Tradisional

141

“Saya datang tahun ini, kalau tahun lalu sudah ada rencana datang tapi gagal. Seneng sih bisa ketemu banyak temen, apalagi ini kan seperti napak tilas begitu ya, walaupun meriah tapi tetep terasa sakral,” ujar Najah di halaman Kerarton sebelum keberangkatan.

Berbeda dengan Najah, Rizal seorang peserta yang berasal dari Jawa Timur ini mengaku setiap tahun rutin ikut Nitilaku. Namun kali ini ia agak bersedih karena tidak membawa serta kostum pakaian khas daerahnya. Hal itu ia katakan karena kesibukan, sehingga tidak sempat.

“Ya pengen kemaren udah direncanain, tapi ya begini seadanya, belum sempet. Ada banyak temen yang udah pake macem-macem, jadi saya ikutan foto aja sama mereka,” ungkapnya diiringi tawa.

Dalam pelaksanaannya, Nitilaku 2018 terdiri atas pawai kebangsaan, festival kuliner tradisional, pertunjukan kesenian di sepanjang rute, dan puncaknya resepsi sarapan dan kesenian di Lapangan Pancasila UGM.

Tahun ini, pawai kebangsaan melewati rute dari pagelaran Keraton Yogyakarta-Titik Nol–Jl. P. Senopati-Jl. Mataram-Lapangan Kridosono-Jl. Cik di Tiro-Boulevard UGM- Balairung UGM-Lap GSP UGM.

Perjalanan peserta dari Keraton menuju Bulaksumur diiringi oleh beragam kesenian khas daerah. Tidak ketinggalan pula beberapa Bregada turut serta dalam barisan Niti Laku bersama alat musik pengiringnya.

Sebelum acara di mulai para peserta terlebih dahulu dihibiur Orkes Keroncong Gita Mandala di halaman Keraton. Di sepanjang rute yang dilewati, disiapkan beberapa panggung pertunjukan yang menampilkan beragam kesenian daerah.

Beberapa komunitas seni dan kesenian yang tampil adalah Calung Banyumas, Unit Tari Bali, UKJGS, Reog, Badui Habul Waton. Sebagian kesenian yang ditampilkan juga menyambut di depan Bulevard UGM hingga depan lapangan GSP. Hujan yang mengguyur tak menyurutkan aksi para Bregade dan seniman sepeti Reog. Mereka tetap semangat menampilkan beraneka ragam sajian musik dan atraksi.(Thovan)