Warga Kampung Sekitar UGM Apresiasi Pergelaran Wayang Kulit di Halaman Rektorat

437
Pergelaran Wayang Kulit Dirs Natalis ke-69 UGM.(Foto: Taufiq)
Pergelaran Wayang Kulit Dirs Natalis ke-69 UGM.(Foto: Taufiq)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Merayakan Dies Natalis ke-69, UGM menggelar pementasan wayang kulit. Dilaksanakan pada Jumat (14/12/2018), acara berlangsung meriah.

Pembukaan acara dipimpin langsung oleh Rektor UGM Prof. Ir. Panut Mulyono, M.E.ng., D.Eng. dengan penyerahan wayang gunungan kepada dalang Ki Aji Carito, mahasiswa Prodi Sastra Jawa UGM.

Ada hal menarik yang terjadi di pementasan tersebut. Digelar di halaman kantor pusat UGM turut membuat warga kampung sekitar Bulaksumur antusias. Terbukti dengan banyak warga yang hadir untuk menonton pagelaran wayang tersebut.

Beberapa warga malah turut mengajak sanak sodaranya, termasuk anak-anaknya yang masih kecil. Uniknya beberapa diantara mereka tampak mengenakan blangkon, seolah menghayati pergelaran wayang dengan sungguh-sungguh.

Sunarto, misalnya, tampak antusias mengikuti jalannya prosesi pembukaan. Menurutnya acara serupa harusnya lebih sering diadkan guna melestarikan budaya Jawa, terutama di Jogja.

“Saya selalu senang kalau ada acara seperti ini, sudah jadi tugas UGM to untuk nguri-nguri budaya. Semoga lebih sering,” ujarnya sambil mengepulkan asap rokoknya.

Tidak seperti biasanya, malam itu di lingkungan Rektorat diperbolehkan merokok. “Mungkin kurang pas aja mas, masak nonton wayang gak boleh merokok, wagu. Untungnya boleh,” tambah Sunarto diiringi tawanya.

Selain Sunarto, ada Resti, seorang ibu asal Karang Wuni yang datang dengan  bersama anaknya. Menurut Resti, hal itu ia lakukan agar anaknya mengenal wayang.

“Kan sudah jarang ada wayang, kebetulan ada di UGM ya saya ajak anak-anak. Biar mereka juga kenal to, syukur-syukur kalau nanti bisa jadi dalang,” pungkas Resti.

Pergelaran Wayang malam itu mengangkat lakon Saptaarga Binangun, yakni kisah tentang benturan kepentingan antara Pandawa dan Kurawa. Singkat cerita, Abiyasa atau Kresna Dwipayana memiliki keinginan untuk mengundang keturunannya berkumpul di Wukir Saptaarga.

Bersamaan dengan itu Pandawa sebagai cucu Abiyasa, Prabu Kresna, dan Prabu Baladewa berniat untuk melakukan upacara penghormatan atas leluhurnya, salah satunya adalah Abiyasa.

Namun berbeda dengan Kurawa di Ngastina. Prabu Duryudhana merasa dilecehkan karena dirinya tidak dimintai ijin sebagai cucu Abiyasa yang tertua. Prabu Duryudhana dan Kurawa malah berniat menghancurkan Wukir Saptaarga.

Turut hadir dalam pergelaran Rektor UGM Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng beserta jajarannya, civitas UGM, alumni, mahasiswa dan warga sekitar.(Thovan/TH)