Mahasiswa dari Makassar Antusias Ikut Kongres Maritim II

208

KONGRES Maritim II yang diselenggarakan Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) diikuti peserta sejumlah 300-an orang. Peserta terdiri dari akademisi, pejabat/staf dinas/instansi pemerintah, tokoh masyarakat, dan mahasiswa. Dari kalangan mahasiswa, selain dari perguruan tinggi di Yogyakarta dan Jawa, antara lain terdapat peserta dari Riau, Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka tetap antusias mengikuti kongres yang pada hari kedua tinggal diikuti setengah dari jumlah peserta di hari pertama.

Irwan Ardyansyah (18) datang dari Makassar, Sulawesi Selatan menjadi peserta Kongres Maritim II yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UGM, Sabtu dan Minggu (9-10/12/2017) di Balai Senat UGM dan Grha Sabha Pramana UGM [Foto R Toto Sugiharto/KAGAMA]
Irwan Ardyansyah (18) datang dari Makassar, Sulawesi Selatan menjadi peserta Kongres Maritim II yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UGM, Sabtu dan Minggu (9-10/12/2017) di Balai Senat UGM dan Grha Sabha Pramana UGM [Foto R Toto Sugiharto/KAGAMA]
Salah seorang peserta adalah Irwan Ardyansyah (18) mahasiswa Universitas Muslim Indonesia Makassar Jurusan Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer. Irwan mengaku seorang diri dari Makassar yang dibiayai kampusnya mengikuti kongres tersebut. Irwan mengajukan proposal penelitian berjudul “Kolaborasi Fine – Tech (Fish Net and Technology) sebagai Upaya Mengoptimalisasi Hasil Tangkapan dan Mengatasi Permasalahan pada Penggunaan Alat Tangkap Surface Gill Net”

Kebetulan Irwan sedang melakukan penelitian terhadap masyarakat nelayan di Desa Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia tengah merancang sebuah aplikasi yang berfungsi mengecek hasil ikan tangkapan para nelayan. Cara kerja alat menggunakan teknologi gelombang suara. Sehingga nelayan tidak perlu bersusah payah naik turun dari perahu ke jaring ikan hanya untuk mengetahui jumlah tangkapan ikan.

“Kalau sudah pakai alat itu, pengecekan bisa dilakukan dari rumah. Tak perlu turun ke laut. Nelayan sudah tahu dapat ikan berapa,” ujarnya kepada kagama.co di sela-sela coffee break, Minggu (10/12/2017) di Grha Sabha Pramana UGM, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta.

Penelitiannya itu, menurut Irwan, dilatarbelakangi dari kehidupan nelayan yang mencapai jumlah 799 KK (kepala keluarga) yang masih hidup miskin. Mereka hanya menggunakan alat tangkap rawe atau jaring (surface gill net). Pengecekan rawe selama ini dilakukan secara manual, jaring diangkat lebih dulu sehingga nelayan harus turun ke laut.

“Saya ingin, bagaimana bisa mengatasi masalah ini melalui teknologi,” tandas Irwan. [rts]