Lulus Tercepat IPK 4.00, Irman Said Prasetyo: Hidup ini Belajar Terus

1789
Irman Said bersama kedua orangtuanya.

KAGAMA.CO, IRMAN Said Prasetyo merasa bangga bisa membuat kedua orangtuanya menyaksikan dirinya sebagai wakil wisudawan. Tetapi, andaikata penyuka puisi ini boleh memilih, dirinya lebih suka untuk tidak mengenakan penanda selempang Cumlaude. Lulusan terbaik Program Magister Ilmu Fisika Fakultas MIPA UGM ini merasa cukup predikat tersebut ditulis dalam transkrip nilai saja.

“Menurut saya seperti dikotak-kotakkan dan dikelas-kelaskan. Saya tidak sepenuhnya menyalahkan ini. Sekali lagi, cuma pandangan saya pribadi yang sangat mungkin salah,” ungkapnya, kepada KAGAMA.

Irman merupakan wisudawan dengan masa studi paling singkat, yakni hanya dalam 1 tahun 8 bulan 10 hari. Selain itu, peraih beasiswa LPDP ini juga merupakan satu dari tujuh kawan Program Master lain yang meraih IPK sempurna.

Bagi semata wayang buah pasangan Sujono dan Sutrisni ini, IPK dan gelar bukanlah satu-satunya ukuran mencapai kesuksesan. Irman memandang bahwa yang terpenting adalah belajar, dan ilmu sebagai tujuan. “Ngelmu iku kalakone kanthi laku. Yang penting adalah ilmu diamalkan, bukan untuk prestise,” jelasnya

Merasakan Bhinneka Tunggal Ika

Keseharian Irman yang tinggal di Wisma Mbah Supo Pogung Dalangan ini diisi dengan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari mengadakan penyuluhan di desa binaan, pengumpulan sumbangan donasi buku, menjadi panitia Kurban, hingga aktif di Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS).

Bersama teman-teman sepermainan, Irman justru banyak berdiskusi tentang filsafat dan agama. Mulai dari kamar kos hingga angkringan, Irman mengasah keterampilan berdiskusi dan belajar menghargai perbedaan pendapat. Namun begitu, kata Irman, adanya perbedaan pendapat tak menjadi masalah.

“Jujur saya melihat Bhinneka Tunggal Ika di teman-teman saya ini. Sehingga dari mereka pula saya belajar. Kehidupan saya di Jogja, belajar tidak hanya dari kampus. Di luar kampus banyak sekali nilai-nilai yang dapat diambil jadi pelajaran,” ungkapnya

Tak hanya itu, sebagai peraih beasiswa LPDP S2, Irman juga tak mau merepotkan orangtua. “Pernah juga bersama teman-teman jualan angkringan. Pernah juga ngajar les privat Fisika dan Matematika,” kisahnya.

Kendati demikian, pengalaman pahit pernah dirasakan Irman sewaktu hendak menyelesaikan tesis. Suatu hari, ketika menunaikan salat Jumat, kamar kosnya dibobol. Tas seisinya dicuri, berikut laptop yang berisi data bahan tesisnya. “Untungnya masih ada back up-an data tesis di flashdisk. Akhirnya saya lanjut mengerjakan dengan pinjam laptop teman saya, Rosita Kurniawati,” kisah Irman.

Sukses Berkat Doa Ibu

Di mata ibunya, prestasi Irman sudah terlihat sejak SD. Ia selalu meraih ranking pertama. Sutrisni yang sehari-harinya bekerja sebagai penjahit ini mengungkapkan bahwa Irman kecil bersifat nakal namun cenderung kreatif. “Suka tanya dengan rasa ingin tahu yang besar. Suka menggambar kerabat yang disukai, seperti pamannya dan juga tokoh kartun Tom dan Jerry,” kisah Sutrisni, kepada KAGAMA usai prosesi wisuda.

Resep mempunyai anak yang berprestasi, Sutrisni mengaku hanya mendoakannya setiap hari. Ia juga berharap anaknya mendapat kerja di tempat yang terjangkau dari rumahnya dengan gaji sesuai kompetensinya.[Taufiq Hakim]