3D TECTOR, Alat Pendeteksi Tersumbatnya Filamen Pada 3D Printer

381
Mahasiswa UGM membuat alat 3D tector sebagai inovasi teknologi alat pendeteksi putus atau tersumbatnya filamen pada 3D printer. Dok. Humas UGM

BULAKSUMUR, KAGAMA. Teknologi 3D printing penting sebagai inovasi yang memudahkan masyarakat untuk memproduksi barang yang diinginkannya secara customized. Hal itulah yang memungkinkan 3D printing berpotensi menjadi tren di masa mendatang, terutama di bidang-bidang usaha inovatif. Saat ini, 3D printing sudah digunakan untuk membuat prototyping di industri yang luas terutama bidang arsitektur, fashion, otomotif, sampai bioteknologi.

Namun, alat 3D printer di Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan sistem. Pada banyak kasus, kegagalan pencetakan 3D printing dikarenakan terputusnya filamen fiber pada saat proses printing sedang berjalan. Oleh karena itu, sekelompok mahasiswa UGM membuat alat 3D tector sebagai inovasi teknologi alat pendeteksi putus atau tersumbatnya filamen pada 3D printer.

Kelompok mahasiswa itu, yakni M. Aisya Fatima Sampurno (Teknik mesin), Syahirul Alim Ritonga (Teknik Mesin), Aji Nur Sahid (Teknik Mesin), Moh. Nur Fauzan (Teknik Elektro), dan Hilmi Yafi Al-Faruq (Teknik Elektro). Kelima mahasiswa tersebut di bawah bimbingan langsung oleh Dr.Eng. Herianto S.T.,M.Eng serta bekerja sama dengan UKM Centralab dalam pembuatannya.

Mahasiswa UGM membuat alat 3D tector sebagai inovasi teknologi alat pendeteksi putus atau tersumbatnya filamen pada 3D printer. Dok. Humas UGM
Mahasiswa UGM membuat alat 3D tector sebagai inovasi teknologi alat pendeteksi putus atau tersumbatnya filamen pada 3D printer. Dok. Humas UGM

Menurut Aisya, filamen dapat terputus dikarenakan tekukan atau suhu yang terlalu panas. Hal ini mengakibatkan algoritma program yang dimasukkan tetap berjalan sementara bahan baku atau filamennya tidak berlanjut. Hal tersebut menyebabkan terjadinya gap produksi yang mengakibatkan cacat pada hasil produksi.

“Selain menyebabkan gap produksi, produsen juga harus mengulang proses pencetakan dari awal dan membuang barang yang cacat,”papar Aisya, Rabu (19/7/2017).

Permasalahan-permasalahan pada 3D printing dapat diatasi dengan 3D Tector. Teknologi tersebut dapat mendeteksi putus dan tersumbatnya filamen fiber pada saat proses cetak berlangsung. Sistem kerjanya yakni dengan mendeteksi keberlanjutan penambahan filamen bahan baku 3D printer.

Bila kerusakan terdeteksi maka sistem otomatis mesin akan berhenti dan memberikan sinyal peringatan kepada operator berupa SMS atau telepon. Hal ini akan menghindarkan produsen dari kesalahan produksi akibat filamen terputus dan meningkatkan efisiensi waktu produktivitas.

Aisya menambahkan keberadaan UKM di Indonesia sangat penting karena dapat menghasilkan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Diharapkan dengan adanya teknologi ini akan membuat daya saing Indonesia, terutama di bidang 3D printing semakin meningkat.

 

Sumber : Humas UGM