Naskah Klasik Bukan Hasil Imajinasi Kosong

176

BULAKSUMUR, KAGAMA – Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Bambang Purwanto, MA dalam Diskusi Buku NaskahNaskah Skriptorium Pakualaman Periode Paku Alam II (18301858) karya Dr Sri Ratna Saktimulya, M Hum, Rabu (8/3/2017) di ruang Multimedia Gedung Margono FIB UGM, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta, mengungkap sebuah naskah ditulis dengan suatu latar belakang tertentu, meliputi sosial, budaya, dan politik. Maka, kata Bambang, di dalamnya begitu kaya fakta yang dapat membantu kita untuk bisa menulis tentang banyak hal.

Dalam naskah klasik misalnya, lanjut Bambang, terdapat kekayaan imajinasi sehingga naskah tersebut sarat dengan fakta simbolik di samping juga fakta keras. Kenyataan tersebut sekaligus membantah para sarjana Barat yang menganggap manuskrip klasik itu hasil imajinasi kosong.

“Kalau kita mau melakukan ini dengan baik, pada suatu hari kita akan menulis ulang sejarah kita. Saya yakin ada tulisan sejarah baru yang jauh lebih baik, dan kita mengenal diri kita sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam sambutannya KGPAA Paku Alam X mengatakan, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak pernah berorientasi menjadikan wilayah DIY sebagai kota wisata, melainkan kota budaya. Apabila terdapat banyak destinasi wisata, maka hal itu merupakan bagian dari komponen atau fasilitas atas predikat sebagai kota budaya.

“Kita pernah menggunakan doktrin militer sebagai panglima. Kita pernah menggunakan doktrin ekonomi sebagai panglima. Tetapi, kita belum pernah menggunakan budaya sebagai panglima. Maka, sekarang saatnya kita mengunakan budaya sebagai panglima. Dan, perlu diingat, kami sebagai Pemerintah DIY tidak pernah mendorong daerah ini untuk menjadi kota wisata, tetapi menjadi kota budaya, yang memiliki fasilitas wisata,” ucap KGPAA Paku Alam X yang juga menjabat Wakil Gubernur DIY.

Dalam diskusi tersebut, Guru Besar Filologi Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Oman Faturrahman menambahkan, dalam studi pernaskahan terdapat aspek kebudayaan yang kaya dalam suatu manuskrip. Buku karya Sakti Mulya dinilai berhasil mengungkap keagungan dan keindahan kesusastraan Pakualaman yang luhur.

“Buku ini harus menginspirasi lahirnya karya-karya ilmiah berbasis manuskrip lain yang ditulis oleh sarjana-sarjana Indonesia sendiri. Jika para sarjana asing saja mampu membangun kesarjanaan mereka melalui khazanah manuskrip milik kita, lanjut Oman, maka kita sebagai ahli warisnya hendaknya bisa lebih dari itu,” terangnya.

Diskusi yang didukung Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Yogyakarta, FIB UGM, Kadipaten Pakulaman, dan The École française d’Extrême-Orient (EFEO) ini juga dihadiri oleh penulis buku Dr Sri Ratna Saktimulya, M Hum, Dekan FIB UGM Dr Wening Udasmoro, M Hum, DEA, para Sentana Dalem Pakualaman, seperti KPH Indrokusumo, KPH Kusumoparastho, KRMT Projonoto Hadisuryo, KRT Widyowisroyo, KRT Suryopadmonegoro, dan KRT Sutaryo Suryohusodo. [Taufiq Hakim]