Willem Wandik: Membangun Papua Harus dengan Hati

1784
Bupati Kabupaten Puncak Willem Wandik mengungkapkan bahwa masih ada stigma negatif dan sikap rasis serta diskriminatif terhadap orang asli Papua (OAP). Foto : Lintas Papua
Bupati Kabupaten Puncak Willem Wandik mengungkapkan bahwa masih ada stigma negatif dan sikap rasis serta diskriminatif terhadap orang asli Papua (OAP). Foto : Lintas Papua

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Menjadi seorang kepala pemerintahan tentu dituntut soal kesiapan untuk menghadapi segala masalah.

Mulai dari tingkat terendah perkumpulan masyarakat, seperti rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), kelurahan, hingga kecamatan tentu memiliki kesulitan.

Sementara, di tingkat yang lebih tinggi, seperti kabupaten dan provinsi, juga memiliki masalah yang kompleks.

Selain mahir menghadapi masalah, seorang pemimpin tentu harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan kesulitan yang dihadapi masyarakat.

Hal itu pula yang harus dihadapi oleh bupati Kabupaten Puncak, Provinsi Papua, Willem Wandik.

Baca juga: UGM Jalin Kerja Sama Pengembangan Provinsi Papua Tengah

Pria lulusan Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada tersebut mengungkapkan dalam sebuah paparan berjudul Merajut Papua dalam Bingkai NKRI, perihal pengalamannya menjadi seorang bupati.

Kepemimpinan Willem di Kabupaten Puncak kini tengah memasuki periode kedua dari 2018 hingga setelah memimpin di periode pertama pada 2013 hingga 2018.

Namun demikian, dalam memimpin sebuah daerah beberapa tantangan tentu mesti dipecahkan oleh Willem Wandik selaku Bupati.

Salah satu permasalahan adalah mahalnya harga-harga di Kabupaten Puncak, Papua.

Dalam paparannya, Willem mengungkapkan bahwa harga bahan pokok di daerah yang dipimpinnya bisa mencapai empat hingga lima kali lipat dengan harga di Jawa.

Hal itu disebabkan oleh sulitnya transportasi untuk mencapai salah satu kabupaten tertinggi di Republik Indonesia tersebut.

Kabupaten Puncak merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut.

Selain itu, kondisi geografis di Kabupaten Puncak yang didominasi oleh pegunungan tinggi dan terjal, serta jarak dari ibukota distrik menuju ibukota kabupaten yang mencapai tiga kilometer hingga 97,8 km.

Untuk menjangkau jarak sejauh itu, diungkapkan oleh Willem dalam paparannya bahwa masyarakat hanya dapat menggunakan moda transportasi berupa pesawat udara kecil.

Untuk menggunakan moda tersebut perlu dana yang tak sedikit.

Baca juga: GTP UGM Kembali Dampingi Calon Mahasiswa dari Papua

Guna menjangkau ibukota Kabupaten Puncak, yaitu Ilaga, dari kota Timika, yang hanya ditempuh dalam 30 menit terbang, memerlukan biaya Rp2,5 juta hingga Rp3 juta dengan biaya angkutan barang mencapai Rp30 ribu per kilogram.

Selain angkutan barang, mahalnya biaya bahan bangunan, misalnya semen yang dibanderol hingga Rp2,1 juta per zak, berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat.

Hal itu diungkapkan Willem bahwa Kabupaten Puncak memfokuskan pada fungsi pelayanan dasar pemerintah sebagai wujud nyata menghadirkan negara di tanah Papua.