Usulan Kagama untuk Perekonomian Indonesia

183

Tatanan Finansial Dunia

Mochtar, dalam paparannya menyebut bahwa tatanan finansial dunia yang berkembang sejak 90-an sebagai The New Financial Architecture (NFA)

Selain itu, diungkapkan pula bahwa pokok krisis ekonomi tersebut terletak pada ketidakmampuan rezim regulasi NFA dan orang-orang yang mengelolanya untuk mengendalikan perilaku lembaga perbankan yang mengejar risiko.

Akibatnya, seperti diungkapkan Mohtar, lembaga perbankan kemudian bertindak terlalu agresif dan mengambil risiko berlebihan.

Panelis lain, Edy Suandi Hamid, kala itu mengemukakan pendapat yang senada dengan Mohtar Mas’oed.

Edy menyebutkan bahwa kebijakan yang diambil Wall Street cenderung memberi perlindungan lebih pada perbankan Amerika Serikat dalam spekulasi dan derivasi produk keuangan menjadi akar krisis.

Hal itu disebut Edy tak dapat dilepaskan dari watak dasar kapitalisme yang melandasi sistem ekonomi dominan yang saat ini dianut Amerika Serikat dan sebagfian besar negara di dunia.

Sementara, efek domino akibat krisis finansial di negara paman Sam tersebut merupakan konsekuensi logis dari model perekonomian global yang semakin terbuka dan menghapuskan batas-batas antar negara.

Selain Mohtar Mas’oed dan Edy Suandi Hamid, ada beberapa panelis lain yang juga diundang dalam diskusi panel tersebut.

Panelis-panelis tersebut ialah WS Rendra, Abiprayadi Riyanto, Airlangga Hartanto, Anies Baswedan, Basuki Yusuf Iskandar, Djoko Sidik Pramono, Ichlasul Amal, Sri Adiningsih, Sugiri Syarief, Sutito, Widagdo, Sukarman, dan Wiek Wibadswo.

Diskusi panel tersebut kemudian berhasil merumuskan gagasan pokok yang menjadi rekomendasi bagi pemerintah.

Secara umum, rumusan rekomendasi tersebut berupaya mendorong reorientasi kebijakan pembangunan menuju kemandirian bangsa.

Baca juga: Ganjar Yakin Kagama Mampu Merangkul Siapa Saja

Tiga puluh tahun kemudian, provinsi paling barat di Republik Indonesia, Aceh, sempat dilanda tsunami pada Januari 2005.

Selain itu, dicatat dalam buku tersebut bahwa kala itu, selain tsunami, Indonesia juga tengah dilanda banyak bencana, seperti gempa dan banjir.

Hal itu kemudian mendorong Kagama membuka dompet peduli bencana.

Dari program tersebut diharapkan bahwa seluruh pengurus daerah (Pengda), pengurus cabang (Pengcab), dan alumni UGM dapat mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana.

Bentuk-bentuk bantuan pada korban yang disalurkan antara lain beasiswa, fasilitas pendidikan, fasilitas pemukiman, kesehatan, maupun pangan dengan disalurkan dalam bentuk uang dan barang.

Selain itu, Kagama menerjunkan pakar untuk pendampingan pascabencana.

Beberapa kegiatan tanggap bencana pada tahun tersebut dilaksanakan di Aceh, Padang, Bantul, Klaten, dan Lereng Merapi.

Sumbangsih Kagama dalam bentuk tanggap bencana kemudian kembali terjadi kala DI Yogyakarta diguncang gempa pada 2006.

Kala itu , Tim Gugus Tugas Kagama, yang awalnya disiapkan untuk penanggulangan bencana Merapi, kemudian diterjunkan untuk membantu korban becana gempa di DIY dan sekitarnya.

Hal yang dilakukan oleh Kagama adalah membagikan nasi bungkus ke daerah gempa dan rumah sakit.

Untuk menyuplai kebutuhan tersebut, kala itu, Kagama menyediakan lebih dari 7000 nasi bungkus.

Usai bantuan tersebut, bantuan dari Kagama Jakarta kemudian tiba.

Beberapa bantuan, seperti sembako, tenda, pakaian, peralatan tidur, dan peralatan mandi tiba di Yogyakarta untuk disalurkan ke daerah bencana.

Selain itu, Pengda dan Pengcab Kagama juga turut berkontribusi dengan menyalurkan beberapa kebutuhan dasar, seperti obat-obatan maupun seragam sekolah.

Kegiatan pendistribusian bantuan korban gempa tersebut kemudian berakhir pada April 2006.

Namun demikian, program tanggap bencana yang dilakukan oleh Kagama tak serta-merta selesai.

Program tanggap bencana gempa Yogyakarta pada tahun 2006 tersebut kemudian dilanjutkan dengan program rehabilitasi dan rekonstruksi.

Kala itu, Kagama mengungkapkan butuh waktu tiga tahun untuk melaksanakan program tersebut.

Untuk melakukan kegiatan tersebut, kemudian Kagama membentuk gugus tugas peduli pascabencana.

Hal itu dilakukan dengan membuka layanan klinik gratis.

Klinik gratis tersebut memberikan beberapa bidang layanan, seperti konsultasi, tentang bangunan tahan gempa, arsitektur, psikologi, kesehatan, mental spiritual, serta UKM.

Sumbangsih Kagama dalam kegiatan tanggap bencana kemudian kembali dilakukan kala membantu korban gempa Bengkulu tahun 2007 dan erupsi Merapi 2010.

Kala menangani erupsi Merapi pada tahun 2010, PP Kagama memberikan sumbangan dalam bentuk tikar, sayur mayur, dan perlengkapan untuk dapur umum.

Dapur umum tersebut ditempatkan di Posko Pengungsian Desa Purwobinangun dan Desa Hargobinangun.

Sementara itu, untuk menangani gempa di Bengkulu, perhatian Kagama diwujudkan dengan pergerakan pengurus daerah.

Kala itu, Kagama turut membantu meringankan korban gempa Bengkulu dalam bentuk bahan makanan, obat-obatan, selimut, tenda, dan beberapa bantuan lain. (Ezra)