Uniknya Kuliner Indonesia, Harmoni Citarasa Dunia

310
Uniknya Kuliner Indonesia, Harmoni Citarasa Dunia.(Foto: Tribun)
Uniknya Kuliner Indonesia, Harmoni Citarasa Dunia.(Foto: Tribun)

KAGAMA.CO – Ditilik dari sejarahnya, kuliner Indonesia yang beraneka macam jenisnya banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya asing, seperti Tiongkok, Arab, India, dan Eropa.

Kedatangan mereka ke Indonesia memperkenalkan teknik pengolahan sekaligus bahan makanan hewani dan nabati yang baru pada masyarakat.

Dalam tesis berjudul Sejarah Makanan di Indonesia, Fadly Rahman menjelaskan bahwa makanan juga dapat menciptakan “rasa bersama” yang mampu memunculkan rasa persatuan. Ia mencontohkan pasta yang menjadi kebanggaan orang Italia sebagai makanan nasional.

“Rasa bersama ini dapat dilihat dari resep-resep makanan yang ditekstualisasikan karena memunculkan ‘rasa bersama’ di kalangan pembacanya,” tulis Fadly dalam tesisnya di Magister Ilmu Sejarah UGM pada 2014.

Kuliner Indonesia  yang dipengaruhi budaya asing ini sudah tidak dapat dibedakan lagi, antara makanan lokal dengan makanan asing. Hal ini karena budaya lokal dan asing sudah saling melebur selama berabad-abad, sehingga sudah diidentifikasi menjadi kuliner Indonesia.

Fadly mencontohkan, peleburan budaya dalam kuliner dapat dilihat pada campuran antara pengaruh Arab dan India pada makanan gulai dan kari.

Soto dan produk fermentasi kedelai seperti tahu, kecap, dan tempe mendapat pengaruh dari Cina. Pengaruh budaya Eropa, dalam hal ini adalah Portugis terdapat pada panada, bika, bolu, serta teknik pengawetan daging.

Meskipun telah melebur dengan budaya lokal, masuknya budaya asing telah menggeser bahan makanan yang sebelumnya banyak digunakan masyarakat untuk memasak. Pergeseran tersebut terjadi pada cabai (Capsicum spp) yang menggantikan cabai jawa dan lada sebagai penambah rasa pedas.

Selain rasa pedas yang tergeser dengan bahan makanan baru, rasa manis dari gula aren atau jawa juga digantikan oleh gula tebu (Saccharum officinarum).

Sumber protein hewani dari kerbau digantikan oleh sapi, serta tepung terigu yang sulit dibudidayakan di Indonesia pun tetap mampu menggantikan tepung lokal seperti tepung beras, sagu, umbi-umbian, tapioka, dan maizena.

Kenyataan tersebut membuat sulit dibedakan antara kuliner asing dengan kuliner lokal, atau kuliner tradisional dengan kuliner modern. Kuliner Indonesia dengan secara harmoni melebur dengan budaya-budaya asing dan menjadi kebanggan bagi masyarakat.

Hal ini dapat dibuktikan dengan gulai, sate, dan nasi goreng yang mendapat pengaruh dari Arab dan India. Walaupun mendapat pengaruh asing, tetapi makanan-makanan tersebut sudah sangat dekat, disukai, dan dibanggakan oleh masyarakat.(Tita)