UGM Tawarkan Rekomendasi Atasi Polemik Tanaman Sawit di Kawasan Hutan

445
UGM Tawarkan Rekomendasi Atasi Polemik Tanaman Sawit di Kawasan Hutan.(Foto: Nabil)
UGM Tawarkan Rekomendasi Atasi Polemik Tanaman Sawit di Kawasan Hutan.(Foto: Nabil)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Ekspansi perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan menjadi ancaman serius bagi hutan Indonesia.  Bahkan pembukaan lahan hutan menjadi kawasan sawit semakin mengkhawatirkan dari waktu ke waktu.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM Dr. Budiadi menyebutkan sekitar 2,8 juta hektar lahan perkebunan sawit berada di dalam kawasan hutan. Lokasinya dalam kawasan hutan membuat statusnya menjadi ilegal.

“Hasil olahan data yang kami lakukan mencatat dari jumlah tersebut, sekitar 35 persen merupakan kebun yang dikelola masyarakat, sedangkan sisanya dikelola perusahaan,” katanya saat Jumpa Pers di kampus setempat, Jum’at (19/10/2018).

UGM Tawarkan Rekomendasi Atasi Polemik Tanaman Sawit di Kawasan Hutan.(Foto: Humas UGM)
UGM Tawarkan Rekomendasi Atasi Polemik Tanaman Sawit di Kawasan Hutan.(Foto: Humas UGM)

Padahal keberadaan kebun kelapa sawit monokultur yang dikelola masyarakat di kawasan hutan menimbulkan berbagai dampak yang buruk bagi ekosistem hutan alam yang heterogen. Selain itu juga akan memicu dibangunnya kebun-kebun sawit baru di sekitarnya.

Menyikapi kondisi tersebut, Fakultas Kehutanan UGM merasa perlu mengambil posisi dan berkontribusi menawarkan solusi. Tantangan utama adalah menyelesaikan masalah keterlanjuran dari ekspansi kebun kelapa sawit di dalam kawasan hutan, dan mengantisipasi dampak dari ekspansi kebun kelapa sawit tersebut terhadap lingkungan, sosial, kesejahteraan masyarakat, dan prioritas pembangunan lainnya.

Budiadi mengatakan pemerintah telah mengeluarkan Inpres Nomor 8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit. Melalui Inpres tersebut, pada intinya Gubernur dan Bupati diperintahkan untuk mengevaluasi kembali izin pelepasan kawasan dan menunda penerbitan izin pembukaan kebun sawit selama masa tiga tahun.