Tular Sudarmadi: Bukan Peninggalan Sejarah, Tapi Warisan Budaya

1691

Baca juga: Satu Sikap yang Membuat Jusuf Kalla Raih HB IX Award dari UGM

Waktu enam tahu bagi Tular sangat wajar karena dia tak hanya menimba ilmu di kelas, tapi juga aktif berorganisasi.

Dari UGM dia melanjutkan studi S2 di University of New  England, Australia.

Selama di sana dia mengaku cukup bosan menjalani perkuliahan yang dianggap monoton.

“Waktu itu Saya berfikir, kok kerjanya arkeologi cuma menggali, setelah ekskavasi terus ditampilkan, publikasi,” ujarnya.

Menurut Tular, harusnya arkeologi dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Hal itu karena dia menilai selama ini pengelolaan kepurbakalaan hanya dikuasai oleh segelintir orang dan pemerintah, sedangkan masyarakat tak banyak mendapat manfaatnya.

Di sisi lain saat itu dia tidak banyak menjumpai kebaruan di dalam ilmu arkeologi di Indonesia.

Baca juga: Ganjar Pranowo Raih Penghargaan Usai Genjot UMKM Jateng Melalui KUR

Tular mencontohkan dengan studi megalithikum yang dia anggap selama ini hanya terbatas pada pembahasan mengenai pemujaan leluhur.

Berdasar keyakinan tersebut, dia akhirnya melakukan penelitian ke Flores dan menemukan bahwa objek-objek megalitik juga digunakan sebagai perantara untuk mencapai tujuan sosial tertentu.

“Ada ketua adat, memiliki hak-hak khusus, misalnya boleh berdiri di atas bangunan megalitik itu. Jadi, dulu kalau pelajaran soal kepurbakalaan, sejarah, itu kan kita dikenalkan kalau masyarakat zaman dulu itu gotong royong, ternyata tidak seperti itu,” jelasnya.

Ternyata, kata Tular, ada manusia yang ingin berkuasa, ingin menunjukan kehebatannya lebih dari yang lain, istilahnya gotong royong tapi masih ada yang ingin jadi pemimpin.

Dari observasi tersebut dia menemukan pemaknaan baru dari bangunan megalitik yang tak hanya sebagai alat pemujaan, tapi juga legitimasi kekuasaan.

Selesai S2 pada tahun 2000, Tular melanjutkan pendidikannya di Amsterdam, Belanda.

Saat itulah dia mulai banyak melihat praktik pengelolaan peninggalan purbakala dimonopoli oleh pemerintah melalui UU Cagar Budaya.

Baca juga: Hasto Wardoyo Persembahkan UGM Award untuk Rakyat Kulonprogo