Tenaga Kerja Low Skill Jobs Mendominasi Mal-Mal di Yogyakarta Bagian Utara

760
Karakteristik tenaga kerja yang yersedia tergolong dalam tenaga kerja berupah rendah dan kemampuan yang minimal.(Foto: miner8.com)
Karakteristik tenaga kerja yang yersedia tergolong dalam tenaga kerja berupah rendah dan kemampuan yang minimal.(Foto: miner8.com)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Maraknya pembangunan mal di Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY), memberikan berbagai dampak positif terhadap pengembangan sektor perdagangan. Di samping itu, secara tidak langsung adanya mal-mal ini memberikan kesempatan yang semakin besar bagi para calon tenaga kerja.

Artinya, lapangan pekerjaan menjadi semakin luas karena bertambahnya mal ini sebagai wadah mata pencaharian masyarakat sekitar.

Pembangunan mal merupakan salah satu pembangunan fisik yang melibatkan swasta dan pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja di pasal 3 menjelaskan bahwa dalam penyerapan tenaga kerja di daerah, semua sektor perlu berkontribusi dengan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya.

“Artinya pemerintah daerah diharapkan mampu menyelaraskan pembangunan fisik dan pembangunan sumber daya manusia,” tulis Asfiandi Zulfiar dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Lokasi Mal dengan Karakteristik Tenaga Kerja yang Diserap (kasus: Mal-mal di Kawasan Perkotaan Yogyakarta) tahun 2018.

Tenaga kerja yang terserap di setiap mal tentu mempunyai karakteristik yang cenderung berbeda. Asfiandi melihat ini dari segi lokasi pembangunan mal yang lebih mengarah ke bagian utara Yogyakarta, terutama di wilayah Kabupaten Sleman.

Pembangunan mal diarahkan ke Jalan Lingkar (Ring Road) bagian utara dan timur. Terdapat ciri khas baru dari segi ukuran luas bangunan atau jumlah laintai dari mal baru, biasanya berukuran lebih besar dari mall sebelumnya.

Misalnya, Ambarrukmo Plaza yang dibangun pada tahun 2006, memiliki bangunan yang lebih luas dari Malioboro Mall yang dibangun tahun 1993.

Merujuk pada pemikiran seorang pakar, Asfiandi menyatakan bahwa persebaran lokasi mal berimplikasi pada penduduk yang kemudian terbagi menjadi dua peran, yaitu sebagai konsumen dan tenaga kerja.

Mal merupakan bangunan sektor perdagangan yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Jenis pekerjaannya pun beragam dan didominasi oleh jenis pekerjaan yang bersifat low skill jobs.

Mengacu pada peraturan pemerintah daerah tentang penyerapan tenaga kerja mal, disebutkan bahwa pihak pengembang mal harus memprioritaskan penduduk lokal dengan menentukan komposisi jumlah tenaga kerja yang lebih banyak.

Dari fenomena ini, secara langsung lokasi mal dengan karakteristik mempunyai hubungan. Dari hubungan ini, Asfiandi ingin melihat bagaimana kebijakan pemerintah dapat menjelaskan hubungan keduanya.

Melalui penelitiannya ini, Asfiandi menemukan bahwa keuntungan yang sama juga dirasakan oleh pihak pengembang mal sendiri. Kepadatan dan aglomerasi penduduk perkotaan, memberikan tenaga kerja yang siap bekerja, khususnya tenaga kerja yang berasal dari penduduk di sekitar mal.

Tenaga kerja yang diserap berasal dari wilayah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Karakteristik tenaga kerja yang yersedia tergolong dalam tenaga kerja berupah rendah dan kemampuan yang minimal.

“Namun, di sisi lain peraturan daerah yang ada belum sepenuhnya berpihak pada kesempatan-kesempatan angkatan kerja di wilayah sekitar mal,” ungkap mahasiswa S2 Perencanaan Kota dan Daerah UGM ini.

Menurut Asfiandi, pembangunan mal bisa diperluas hingga ke wilayah Kabupaten Bantul, mengingat daerah ini juga merupakan bagian dari KPY. Dengan begitu pembagian fokus mobilitas penduduk bisa terealisasi dan penyerapan tenaga kerja akan lebih merata.(Kinanthi)