Tata Kelola Sistem Produksi Pangan Kunci Wujudkan Jargon ‘Forest For Food’

495

Baca juga: Pelantikan Pengurus Sambil Kumpul Main Foto yang Gayeng ala KAGAMA NL

“Harapannya, milenial bisa mewujudkan kejayaan kehutanan dengan cara yang lebih terhormat,” ujar dosen yang menekuni bidang silvikultur ini.

Bicara soal hutan untuk kedaulatan pangan, Budi menyampaikan bahwa mata kita tertuju pada desa-desa hutan yang jumlahnya mencapai lebih dari 25.000 desa, 5.000 desa di antaranya ada di Pulau Jawa.

Desa-desa kehutanan ini memiliki ketimpangan yang besar terhadap desa pada umumnya dan masyarakat perkotaan. Kondisi ini selalu menjadikan desa hutan sebagai kantong kemiskinan.

Hal ini menjadi tantangan bagi ketahanan dan kedaulatan bangsa, yang sudah selayaknya mendapat perhatian.

“Dulu saat hutan masih kaya hingga saat ini ketika kondisi hutan sudah menurun, masyarakat desa hutan tetap saja miskin.”

Baca juga: Pakar Virologi UGM: Indonesia Jangan Terges-gesa Mengedarkan Vaksin

“Besarnya nilai hasil eksploitasi hutan, tidak disertai dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat pada level mikro. Hingar bingar pembangunan tidak terbukti belum melahirkan pemerataan kesejahteraan,” jelasnya.

Pangan merupakan kebutuhan riil dan primer, jargon forest for food telah lama didengungkan sejak awal era pengelolaan hutan di Indonesia.

Faktanya, volume produksi pangan dari hasil hutan cukup banyak. Namun, sayangnya tidak tercatat dalam statistik produksi pangan nasional.

Petani hutan, kata Budi, dianggap sebagai petani yang tidak produktif, sehingga dalam percaturan budidaya pertanian mereka tidak mendapatkan pengakuan.

Dengan demikian petani hutan tidak mendapatkan fasilitas dan sarana produksi pertanian.

Baca juga: Pesan Wakil Sekjend PP KAGAMA kepada Lulusan Baru dalam Mencari Kerja di Era Pandemi