Tata Kelola Rotan di Kalsel Dinilai Buruk, Begini Kendala dan Solusinya

555

Baca juga: Perlu Pengembangan Produk Lokal dan Mekanisasi Pertanian untuk Bertahan di Masa Krisis

“Penumpukan rotan yang tidak terserap pasar domestik akan diusahakan mendorong pemerintah pusat untuk membuka larangan ekspor dengan skema Pusat Logistik Berikat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala BPDAS-HL Barito, Dr. M. Zainal Arifin, S.Hut., M.Si, berpandangan bahwa rotan dapat menjadi salah satu alternatif tanaman untuk kegiatan RHL, baik di areal lahan kritis dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi maupun untuk reklamasi areal bekas tambang.

“Ke depan, rotan akan mulai dibudidayakan baik di KBR maupun KBD,” ujar alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1990 ini.

Senada dengan narasumber lainnya, Peneliti Balai Litbang LHK Banjarbaru Tri Wira Yuwati, S.Hut., M.Sc mengatakan, salah satu rotan yang potensial dikembangkan yaitu Rotan Jernang (Daemonorops draco).

Dikatakan olehnya, Rotan Jernang dikelola untuk diambil bijinya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Baca juga: Walau Pandemi, KAGAMA Malang Raya Makin Erat Bersilaturahmi dan Bergerak Bersama

“Rotan Jernang menghasilkan getah (dragon blood) yang sangat bermanfaat untuk bahan baku pewarna vernis, porselin, pewarna marmer, bahan baku lipstick dan pembeku
darah,” ungkap alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1995 ini.

Rotan Jernang, kata Tri, berbuah pada umur 5 tahun keatas dengan masa berbuah satu tahun sekali.

Setiap pohon dapat menghasilkan 2-3 tandan buah, setiap tandan memiliki berat 0.5 – 1 Kg. Harga biji Rotan Jernang Rp. 125.000,00/kg.

Pemimpin Departemen Ekspor, PT. Sarikaya Sega Utama, Ir. Suwarni menambahkan, kuota pasar Jepang terus menurun seiring berjalannya waktu.

“Kondisi ini menyebabkan banyak industri rotan yang tutup. Jenis rotan yang dipakai adalah rotan sega diameter 8/12,” jelasnya.

Baca juga: Cara Bijak Konsumsi Suplemen dan Obat untuk Tingkatkan Sistem Imun