Tanoker, Memberi Perhatian Bersama bagi Anak yang Ditinggal Pekerja Migran

341

Sebelum berkembang seperti saat ini, pada awal pendiriannya Supo harus mengeluarkan dana dari kantongnya sendiri. Melihat adanya perkembangan dari aktivitas yang dilakukan di Ledokombo ini mendorong teman-teman Supo untuk memberikan sumbangan. Kemudian, pendanaan juga banyak berdatangan dari kecamatan, kabupaten, kementerian, maupun lembaga.

Apabila dibandingkan pada awal terbentuknya tahun 2009, saat ini Tanoker sudah jauh lebih mandiri. Banyak orang yang berkunjung ke Ledokombo dan warga mampu meresponnya dengan menyediakan fasilitas penginapan, menjual souvenir, makanan, oleh-oleh, serta batik.

Pengelolaan di kampung wisata ini sepenuhnya dilakukan oleh warga, sehingga anak-anak tetap bermain, belajar, dan mengenal budaya setelah pulang sekolah.

Meskipun Tanoker terbentuk di wilayah Ledokombo yang pernah dikenal dengan kasus kriminalnya, komunitas ini tetap mendapat banyak dukungan dari warga, mulai dari kecamatan, ibu-ibu, guru ngaji, guru sekolah, dan anak-anak Ledokombo sendiri.

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada orang tua yang kecewa degan Tanoker karena tidak mendapatkan beasiswa. Menurut Supo, ini semua masih dalam batas wajar karena tidak semua orang dalam masyarakat dapat dilayani satu per satu.

“Pendanaan untuk beasiswa Tanoker didapatkan dari kawan-kawan. Kalau di sini, anak diberi beasiswa dalam bentuk barang seperti tas, buku, dan sepatu. Kalau dalam bentuk uang saku untuk anak yang benar-benar kurang mampu,” terangnya. Anak yang jarak antara rumah dengan sekolahnya jauh pun akan diberi uang transport supaya lebih meringankan.

Beasiswa Tanoker tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak, tetapi juga mahasiswa. Untuk mahasiswa, beasiswa diberikan sampai semester empat. “Karena diatas semester tersebut, biasanya mereka sudah bisa mencari pendapatan tambahan sendiri,” ungkap Supo.(Tita)