Strategi Menhub Budi Karya Sumadi Hadapi Kondisi Dunia yang Serba Tak Pasti

291

Baca juga: Ingin Bangun Rumah Alumni, Dekan FKG UGM Harapkan Kontribusi Alumni

Selain itu, Budi Karya juga ingin menggenjot pengembangan berbagai moda transportasi yang berbasiskan listrik.

Pengembangan Sumber Daya Manusia juga menjadi perhatian bagi Budi Karya.

Karena itu, pria yang hobi bermain tenis meja ini berharap UGM untuk membantu menyiapkan pendidikan vokasi terkait di Indonesia bagian timur.

Kolaborasi UGM, Kementerian Perhubungan, dan Pemerintah setempat dinilai Budi Karya dapat menyajikan pendidikan berkualitas dengan biaya yang hemat.

“Pendidikan yang berkualitas itu penting. Karena pendidikan adalah hal yang memberikan bekal agar tongkat estafet pembanguan dapat diteruskan kepada anak cucu,” tutur Budi Karya.

Baca juga: Sebanyak 25 Angkatan Pulang Kampung Peringati Dies Natalis ke-72 FKG UGM

“Oleh karena itu, pada Hari Pendidikan Tinggi Teknik ini kita harus melihat apakah pendidikan kita sekarang relevan dengan persaingan,” jelas mantan Dirut Angkasa Pura II ini.

Budi Karya memandang, butuh suatu cara pengajaran yang berbeda agar generasi masa kini mampu berkembang lebih baik dan lebih cepat.

Apalagi, katanya, kini dunia tengah memasuki era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity).

Era VUCA yang penuh ketidakpastian ditandai dengan hilangnya merk kenamaan, Nokia dan Blackberry, dan percaturan telepon genggam dunia.

Sosok yang berulang tahun tiap 18 Desember ini mengaku punya strategi guna menghadapi era VUCA.

Baca juga: Soal Jiwasraya, Cisanggiri Syndicate Sarankan Pemerintah Lakukan Langkah Ini

“Kita tidak boleh berpikir secara sendiri-sendiri. Pendekatan triple helix perlu kita lakukan. Yakni kerja sama antara pengusaha, pendidikan tinggi, dan birokrat,” jelas Budi Karya.

Imbas lain dari dampak VUCA menurut Budi Karya adalah berkurangnya lapangan kerja.

Hal ini sebagaimana dalam laporan Oxford Economic Forecasting (2018).

Laporan tersebut menyatakan bahwa 60 persen pekerjaan di dunia akan digantikan melalui sistem otomasi. Sementara 30 persen digantikan oleh mesin atau robot.

“Lantas apa yang mesti dilakukan? Selain meningkatkan hardskill, kita juga harus meningkatkan softskill. Pintar saja tidak cukup,” kata Budi Karya.

“Untuk itu, dibutuhkan talenta-talenta yang kreatif, kritis, melek informasi, serta terampil dalam sosial dan budaya,” pungkasnya. (Ts/-Th)

Baca juga: KAFEGAMA NTB Gelar Sekolah Pemikiran Ekonomi untuk Membumikan Ekonomi Pancasila