Sri Sultan HB X Ingin Kembangkan Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Budaya

1075

Baca juga: Soal Ekonomi Digital, Indonesia Perlu Buat Regulasi Khusus

Modal pendidikan khas Ke-Jogjaan berangkat dari realitas kebudayaan yang hadir di Yogyakarta sebagai suatu kebudayaan yang hidup dan berkembang dari dulu, kini, dan nanti.

“Kebudayaan itu didukung oleh sinergi tiga aktor utama (3K), yaitu Kraton/Kaprajan, Kampus, Kampung, layaknya sebuah bangun Triple-Helix model Yogyakarta. Ketiga aktor itu kemudian menjadi pilar penyangga utama Pendidikan Khas Ke-Jogja-an,” ujar Sultan.

Untuk mewujudkan pendidikan khas ke-Jogjaan, perlu ada pergeseran arah kebijakan yang perlu didukung oleh Rencana Strategis yang bersifat pembaruan, terutama Satuan Pendidikan Yogyakarta yang meliputi Standar Isi Kurikulum, Standar Proses Pembelajaran dan Standar Penilaian Lulusan, baik berupa output maupun outcome di dalam masyarakat.

Ada pun modal pendidikan khas ke-Jogjaan, bersumber dari Kraton yang terdiri dari Pendidikan KHD, Pendidikan Muhammadiyah, Pendidikan Pesantren, dan Pendidikan Barat.

Tak lupa juga Pencangkokan Pendidikan Khas ke-Jogja-an pada Sistem Pendidikan Nasional perlu mendapat legitimasi aturan perundangan. Selain itu, reposisi dan retupoksi Dewan Pendidikan DIY menjadi faktor yang penting dalam rangka mendukung efektifitas implementasi konsep Pendidikan Khas ke-Jogja-an tersebut.

Baca juga: Menyikapi Guncangan Ekonomi Digital di Dunia Keuangan dan Pasar Modal

Pokok-pokok pikiran tentang pendidikan khas Ke-Jogjaan telah disesuaikan dan dikonsolidasikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, terutama DEWANDIK DIY dan DISDIKPORA DIY.

Kaitannya dengan Revolusi Industri 4.0

Dalam rangka menghadapi Revolusi Industri 4.0, pendidik saat ini dituntut untuk mampu melahirkan subjek didik yang terus menjadi ‘manusia pembelajar’ atau long life learner.

“Dengan menjadi ‘manusia pembelajar’ kita bisa membawa subjek didik dalam persaingan Industri 4.0 yang sangat ketat. Dan perlu diingat era ini adalah bukan seberapa luas wilayah sebuah negara, tetapi seberapa kreatif dan inovatif penduduknya agar mampu bertahan dari gempuran-gempuran zaman,” jelas Sultan.

Dengan demikian, program kegiatan di sekolah diharapkan dapat memuat kompetensi yang dibutuhkan oleh generasi milenial di Era Industri 4.0 dan menjadikan subjek didik siap dengan masa depan yang penuh dengan tantangan.

Dalam hal ini yang dibutuhkan generasi milenial tidak hanya cerdas, tapi harus punya karakter baik.

Mengingat pentingnya gagasan ini, Sultan selaku Gubernur DIY, berniat membentuk Tim Ahli Pendidikan yang dianggarkan dari Danais.

Dengan tujuan untuk mengaplikasikan pembaharuan awal dalam batasan berpikir dan bertindak “Out of the Box, Without Boxes” untuk kemudian dikembangkan ke arah “Out of the Box, Within the System”.

“Persoalannya tinggal apa dan dimana hambatan masalah yang perlu dibuka untuk pembaruan. Apakah idenya ataukah aturan-aturannya yang harus diubah, asal masih dalam koridor kewenangan PEMDA DIY,” ujarnya. (Kinanthi)

Baca juga: Orang-orang Muda ini ke Jogja Cari Ilmu untuk Bangun Papua