Sri Sultan HB X Ingin Kembangkan Manajemen Pendidikan Karakter Berbasis Budaya

1076

Baca juga: Sumbangsih Mahasiswa UGM di Awal Kemerdekaan RI

“Ketika itu, anak-anak hidup penuh permainan tradisional. Sekarang sudah ditinggalkan, dianggap tidak efisien. Mengapa tidak diambil dasar-dasar psikologi pengajarannya, dan diterapkan dalam bentuk, corak dan ruh baru? Ketika itu, anak-anak hidup penuh permainan tradisional,” tandasnya.

Budaya adalah Strategi untuk Bertahan Hidup

Bangsa yang memiliki strategi kebudayaan, berarti punya pembimbing dalam gerak menuju peradaban maju, sehingga mampu menjaga dan memperkuat kepribadian nasional, kontinuitas kebudayaan unggul, dan kemampuan untuk mandiri, sekaligus memperkuat kesatuan nasionalnya.

“Pendidikan Karakter Berbasis Budaya, harus menumbuhkan kebudayaan sebagai mainstream pembangunan, dan mengkaitkan dengan dimensi kepemimpinan (kuasa), pendidikan (media) dan ekonomi (sarana),” ujarnya.

Basis keunggulan individu, produk, organisasi, daerah, bahkan bangsa pun, kata Sultan, kenyataannya ialah manusia-manusia unggul juga, baik spiritualitas, intelektualitas, dan etos kerjanya.

“Lalu apa rahasianya? Kalau dari pemikiran Samuel Huntington dan Culture Matters, kuncinya adalah budaya. basis keunggulan individu, produk, organisasi, daerah, bahkan bangsa pun, nyata-nyata dan tak bisa lain, ialah manusia-manusia unggul juga, baik spiritualitas, intelektualitas, dan etos kerjanya,” ungkap Sultan.

Baca juga: Solusi untuk Pendidikan Vokasional di Indonesia

Gunakan Dialog Budaya Antaretnik

Sultan mengusulkan agar kita melakukan dialog budaya antaretnik yang melibatkan pemimpin-pemimpin informal etnik.

Setiap kelompok budaya hendaknya saling menyapa.

“Misalnya, dari etnik Minang, orang Bugis dapat belajar tentang prinsip musyawarah, karena mereka terbiasa menyelesaikan persoalan secara kaku, pantang berubah, sebab siri’ memerlukan pemenuhan seketika,” jelasnya.

Pendidikan Khas Ke-Jogja-an

Pendidikan ini bertujuan untuk mewujudkan peradaban baru yang unggul untuk menghasilkan manusia Yogyakarta yang utama, yaitu manusia yang taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi rasa kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, rasa keadilan, merdeka lahir-batin, serta selalu menumbuhkan keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pendidikan yang transformatif mensyaratkan pendidikan guru harus memahami budaya Yogyakarta, sehingga pendidikan benar-benar menjadi proses inkulturasi, upaya keras memahami budaya sendiri, dan akulturasi, persilangan dengan budaya luar secara selektif, proses ngangsu-kawruh, necep-ngelmu dan ngangsu apikulan warih, serta wahana anggulawentah memperadabkan generasi.

Baca juga: Mahfud MD: Indonesia Perlu Manusia yang Terdidik