Sony Anak Ideologis Profesor Mubyarto

973

Sony mengakui kesederhanaan Prof Muby dan mengagumi serta menghormatinya. Karena, dalam melakukan riset Muby benar-benar turun ke bawah, jarang ke industri dan korporasi, lebih memilih di desa pelosok dan daerah transmigrasi.

“Saya tidak menemukan guru besar seperti Prof Muby yang sampai ke pedalaman, sampai rokan, pedalaman Riau di Sumatera Utara, Kalimantan, berkumpul dengan petani. Ada energi besar yang dimiliki Prof. Muby sampai pernah setelah keliling ke pelosok kelelahan, eeh saya masih diajak badminton. Nggak kuat lagi saya,” ungkapnya seraya tertawa.

Menjelang pensiun, lanjut Sony, sang Guru Besar Prof. Mubyarto menghadap Rektor menyatakan tidak akan mengajar tapi minta disiapkan Pusat Studi Ekonomi Pancasila. Keinginan itu dikabulkan oleh Rektor UGM yang saat itu dijabat Prof. Dr. Soffian Effendi . Pengabdian Prof. Muby pun dicurahkan di pusat studi tersebut.

Sebaliknya, Sony kemudian banyak membaca buku kiri atau Marxis yang mentah-mentah ditolak Mubyarto. Saat itu Sony mengenal pribadi Mubyarto yang memang concern pada keadilan sosial tapi juga sangat berhati-hati terhadap referensi yang berbahaya pada saat era Orde Baru. Sehingga, Prof. Muby tidak mengambil posisi terang-terangan berlawanan dengan kekuasaan. [RTS]