Solusi Yuridis untuk Mengatasi Kebakaran Hutan

847

Baca juga: Kata Akademisi UGM Terkait Wacana Rektor Asing Pimpin Perguruan Tinggi Indonesia

Hal ini membuat masyarakat diharuskan melakukan apa yang tertulis dalam peraturan perundangan menurut interpretasi dari pemerintah.

Karena itulah dalam CAC masyarakat dan industri tidak didorong atau diberikan insentif untuk berperilaku ramah lingkungan.

Ketiga, CAC bersifat kaku dan birokratis, sebab aturan dibuat secara rinci dan detail yang dimulai dari undang-undang hingga petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Kekakuan tersebut berakibat pada tidak berkembangnya teknologi sistem pengelolaan lingkungan.

Baca juga: Kurangi Kemacetan di Jogja, Begini Caranya

Di sisi lain, masalah hukum yang menjerat warga atau perusahaan akibat perusakan lingkungan sering berhenti begitu saja sesampainya di kepolisian.

“Pun, kasus yang disidangkan di pengadilan tidak memberikan sanksi yang berat,” ungkap Rio.

Oleh sebab itu, Rio ingin ke depannya aturan tentang penanganan kebakaran hutan dan lahan juga melibatkan industri atau warga sebagai instrument aktif pelestari lingkungan.

“Misal korporasi harus mendapatkan sertifikasi lingkungan sebagai tindak lanjut dari audit lingkungan untuk menjalankan kegiatan komersial, sehingga korporasi akan memprioritaskan persoalan pencegahan kebakaran hutan dan lahan mengingat dalam sertifikasi dipersyaratkan zero burning,” ujar Rio. (Venda)

Baca juga: Menyikapi Guncangan Ekonomi Digital di Dunia Keuangan dan Pasar Modal