Solusi untuk Pendidikan Vokasional di Indonesia

561
Dekan Sekolah Vokasi (SV) UGM Wikan Sakarinto, Ph.D membabar permasalahan pendidikan vokasional di Indonesia, dan memberikan beberapa solusi. Foto: Taufiq
Dekan Sekolah Vokasi (SV) UGM Wikan Sakarinto, Ph.D membabar permasalahan pendidikan vokasional di Indonesia, dan memberikan beberapa solusi. Foto: Taufiq

KAGAMA.CO, SEMARANG – Banyak lulusan SMP masuk SMK tidak dengan passion dan visi yang jelas.

Bahkan cenderung terpaksa masuk SMK, atau memiliki pola pikir simple, yaitu masuk SMK pasti cepat dapat kerja.

Demikian disampaikan Wikan Sakarinto, Ph.D dalam Seminar Nasional Pra-Munas KAGAMA XIII di Museum Ranggawarsita Semarang, Kamis (22/8/2019).

Dekan Sekolah Vokasi (SV) UGM itu membabar permasalahan pendidikan vokasional di Indonesia, dan memberikan beberapa solusi.

“Padahal yang dibutuhkan keterampilan kompetensi dan etos kerja, serta karakter positif dan unggul pada diri lulusan SMK,” ungkapnya.

Baca juga: Kagama Goes to Munas Gelar Gerakan Bali Resik Sampah Plastik

Menurut Wikan, bukan ijasah SMK yang ternyata tidak sesuai harapan tersebut.

Ia mengakui memang sulit menciptakan lulusan yang 100 persen siap kerja. Biasanya harus melalui training di awal bekerja.

Training tersebut benar-benar dari awal. Dan biasanya setelah training, ia pindah ke perusahaan lain,” kata Wikan.

Selain itu, permasalah lain yang perlu segera diselesaikan yaitu kualitas guru SMK dan infrastruktur.

Tak hanya pendidikan vokasional di tingkat SMK, permasalahan pendidikan vokasional di tingkat perguruan tinggi juga perlu segera diselesaikan.

Seminar bertajuk "Pendidikan Bangsa dalam Menyiapkan SDM Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0". Foto: Taufiq
Seminar bertajuk “Pendidikan Bangsa dalam Menyiapkan SDM Indonesia Menghadapi Revolusi Industri 4.0”. Foto: Taufiq

Baca juga: Presiden Jokowi Dijadwalkan Hadiri Munas Kagama 2019

Dari tahun 1970 an sampai 2000 an, papar Wikan, vokasi di perguruan tinggi adalah Prodi Diploma-3 (D3).

Sebagian besar, mahasiswa D3 di Indonesia memilih masuk ke Prodi D3 karena tidak diterima di Prodi S1. Mereka biasanya gagal dalam seleksi SNMPTN, SBMPTN, maupun UM.

Selain itu, hampir semua lulusan D3 Vokasi meneruskan kuliah ke Program Ekstensi S1, baik langsung atau kerja dulu baru lanjut.

“Jadi, lagi-lagi masuk D3 tidak dengan passion, visi dan komitmen untuk menciptakan kompetensi pada diri mereka. Karena target utamanya yaitu lanjut kuliah ke S1,” ujarnya.

Pola atau sistem di industri, kata Wikan, menempatkan lulusan D3 lebih ke teknikal atau operator, dengan salary dan roadmap karier yang jauh dibanding lulusan S1.

Baca juga: Munas Kagama Tempo Dulu, Pak Koes Terpilih Dua Kali Berturut-turut

Kegelisahan tentang permasalahan pendidikan vokasional di Indonesia memacu Wikan untuk berinovasi pada SV UGM yang ia pimpin.

Mulai tahun ini, pihaknya membuka D4 dan Prodi Sarjana Terapan sebagai terobosan untuk menyiapkan lulusan vokasi yang lebih kompetitif.

Pilihan tersebut menurut Wikan lebih menjanjikan masa depan bagi lulusannya.

Ia mencontohkan, keahlian D4 mengarah pada menemukan atau merekayasa temuan-temuan produk andalan di masa depan, berbeda dengan D3 yang terbatas pada aspek teknis.

“Semua prodi tersebut bersinergi erat dengan industri mitra. Misalnya jurusan Perbankan kita kembangkan bersama Bank Mandiri dan Bank BCA. Teknologi Rekayasa Elektro kita kembangkan bersama PLN,” jelas Wikan.

Baca juga: Kagama Papua Barat Ajak Seluruh Alumni Bangun Tanah Papua

Wikan menambahkan bahwa pihak SV akan memastikan ada sinergi antara prodi dengan industri. Pengembangan prodi sejak awal sudah dilakukan bersama dengan mitra industri.

Sinergi antara prodi dengan industri ini dilaksanakan melalui pembuatan kurikulum, penyediaan staf pengajar, beasiswa, program magang, ikatan dinas, sertifikasi kompetensi lulusan, hingga lowongan kerja.

Turut hadir dalam acara antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga merupakan Ketua Umum PP KAGAMA, Ketua KAGAMA Jawa Tengah Suryo Banendro, dan Ketua Asosiasi Dosen dan Guru Vokasi Indonesia Prof. Dr. Susanto.

Seminar Nasional ini merupakan rangkaian Pra-Musyawarah Nasional (Munas) KAGAMA ke-XIII pada 15-16 November di Bali.

Rangkaian seminar bakal diadakan di lima kota dan lima pulau (Medan, Balikpapan, Semarang, Manado, dan Bali) selama Agustus-November. (Taufiq Hakim)

Baca juga: Dilema Pendidikan Papua