Soal Naturalisasi dan Normalisasi Sungai, Begini Kata Pakar UGM

447
Pakar hidrologi UGM, Budi Wignyosukarto menyebut, jika ingin dilakukan naturalisasi, perlu ada tampang yang luas, bukan menyuruh masyarakat pergi dari lokasi terdampak banjir. Foto: Istimewa
Pakar hidrologi UGM, Budi Wignyosukarto menyebut, jika ingin dilakukan naturalisasi, perlu ada tampang yang luas, bukan menyuruh masyarakat pergi dari lokasi terdampak banjir. Foto: Istimewa

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pemerintah sejauh ini masih banyak berdiskusi mengenai strategi yang tepat untuk penanganan banjir di Jakarta dan sekitarnya.

Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berpegang pada rencana awal Pemda DKI Jakarta, yaitu melakukan normalisasi di sekitar sungai, termasuk di dalamnya merelokasi warga setempat.

Sementara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ingin melakukan naturalisasi di bantaran sungai, tanpa menggusur warga yang tinggal di sana. Tetapi, menggeser tempat tinggal warga.

Terkait dua strategi itu, pakar hidrologi dari UGM, Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE., mengingatkan agar jangan sampai banjir yang terjadi di hulu mempengaruhi wilayah yang ada di hilir.

Untuk itu, perlu dibuat saluran bagi air yang mengalir itu bisa dilepaskan ke laut.

Baca juga: Pakar Hidrologi UGM Sebut Konsep Pengendalian Banjir Harus Berbasis Pemanfaatan Air Sebesar-besarnya

Karena kecepatan airnya tinggi, maka salurannya harus diperkuat.

“Normalisasi yang dibuat pemerintah misalnya, membeton sungai supaya tahan terhadap erosi, mengingat debit airnya bisa mencapai 500 m per kubik dan kecepatannya sampai 4 m/detik,” ujarnya saat  jumpa pers di Ruang Rapat Humas UGM, pada Senin (06/01/2020).

Sementara terkait naturalisasi, Budi menegaskan bahwa Jawa kini sudah defisit air, sehingga perlu ada upaya penghematan.

Namun, khusus di Jakarta, kecepatan tanah di sana untuk meresap air sangat kecil air yakni hanya 0,004/10.000 cm per detik.

Padahal kecepatan air saat banjir bisa 4 m kubik/detik.

Baca juga: Real Estate di Jakarta Berkembang Pesat, Pakar UGM Usulkan AMDAL Khusus Banjir

Jadi, tidak heran saat banjir besar, air tidak bisa masuk ke tanah.

“Hujan biasa itu merupakan kesempatan kita untuk memaksimalkan resapan air. Bisa juga bagian underground pada bangunan yang ada didesain untuk menyimpan air,” jelas Budi.

Jika ingin dilakukan naturalisasi, perlu ada tampang yang luas, bukan menyuruh masyarakat pergi dari lokasi terdampak banjir.

Budi menilai pemerintah perlu mempertimbangkan nilai sosial dan lingkungan dengan bijak dalam pengelolaan sumber daya air. (Kinanthi)

Baca juga: Natuna Tak Akan Pernah Bernasib seperti Pulau Sipadan dan Ligitan