Soal Ketegangan di Perairan Natuna, Indonesia Perlu Lakukan Ini

1197
Kemungkinan Indonesia dan Tiongkok perang sangat kecil. Foto: Istimewa
Kemungkinan Indonesia dan Tiongkok perang sangat kecil. Foto: Istimewa

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pasca diterobosnya ZEE, terutama di wilayah perairan Natuna beberapa waktu lalu, Indonesia dinilai terlambat menanggapi.

Menurut Peneliti Institute of International Studies (IIS) di bidang politik dan keamanan, Muhammad Indrawan Jatmika, MA, Indonesia terkesan hanya mengobati daripada mencegah.

Karena sebetulnya, eskalasi isu soal Laut China Selatan sudah ada sejak awal tahun 2010.

Terutama pasca Tiongkok mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.

Power mereka semakin tinggi di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.

Menilik sejarah pada 2014, ketika debat calon presiden tentang hubungan internasional, Presiden Jokowi dalam argumennya seolah menganggap masalah Laut China Selatan bukan urusan Indonesia.

“Dalam tanda kutip kita nggak perlu ikut-ikutan. Katanya kita tidak perlu khawatir kehilangan apa-apa,” ujar Indra kepada KAGAMA, belum lama ini.

Baca juga: Jawaban Bijak untuk Mereka yang Meremehkan Pekerjaanmu

Hal yang cukup disesalkan adalah ketika Indonesia sedikit mengabaikan isu ini, Indonesia jadi kehilangan kesempatan untuk menjadi Asian leader.

Padahal isu Tiongkok dengan Nine Dash Line-nya itu, sudah mendesak dan dibahas oleh negara-negara lain seperti Filiphina dan Vietnam, karena dianggap sebagai masalah serius.

“Harusnya Indonesia lebih bisa mengajak negara-negara tersebut untuk berunding bersama terkait persoalan itu. Sebab, Indonesia dianggap sebagai negara yang memimpin ASEAN, sejak pendiriannya pada 1967,” tandasnya.

Sementara saat berakhirnya orde baru, posisi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN, kata Indra, selalu dipertanyakan.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, seharusnya Indonesia bisa lebih aktif, demi menunjukkan bahwa Indonesia masih pantas memimpin ASEAN.

“Namun, sampai saat ini, Indonesia tidak terlihat siap. Malah cenderung saling lempar dari kementerian satu ke kementerian lainnya,” jelasnya.

Dari adanya kompleksitas pendapat itu, Indra menduga tidak ada konsolidasi antar kementerian yang bersangkutan, yang konkret dan satu suara.

Baca juga: Dubes RI di Tiongkok Arahkan Diplomasi Ekonomi untuk Transfer Teknologi Terkini ke Indonesia