Silverius Djuni: Menjadi Staf Pengajar Tak Hanya Transfer Knowledge

1031

Baca juga: Fisipol UGM Sediakan Sarapan Gratis untuk Mahasiswa Sebelum Hadapi Ujian

Meskipun tak banyak mengikuti organisasi, tetapi dua organisasi yang diikuti memiliki sinergi dengan studi yang sedang ditempuh Djuni.

Mulai dari pengetahuan tentang kerja sama dengan berbagai pihak, berbaur dengan masyarakat, dan berkomunitas.

Di sisi lain, karena KNPI bergerak di isu pemuda, orientasi karier Djuni saat itu mengarah pada bekerja di partai politik.

Tetapi, karena Djuni menjadi salah satu mahasiswa yang unggul di bidang akademik, ia kemudian diminta bergabung dengan departemen PSdK.

“Saya satu-satunya laki-laki yang IPK-nya tiga ke atas waktu lulus,” ungkapnya.

Baca juga: Upaya UGM Mewujudkan Health Promoting University

Di samping itu, Djuni sudah akrab dengan departemen melalui berbagai kegiatan akademik, termasuk menjadi asisten peneliti.

Kendati demikian, menjadi dosen tak terpikirkan oleh Djuni sebelumnya.

“Dulu kepikirannya ingin kerja di Jakarta. Karena lulusan FISIPOL, ingin bekerja di partai politik,” pungkas Djuni.

Tiba-tiba menjelang lulus, Djuni mendapat tawaran dari departemen untuk bergabung.

Ia tak menyangka profesi asisten peneliti mengantarkannya berkarier di departemen.

Baca juga: Siswa Papua Menggapai Asa

Walaupun perjalanan kariernya jauh dari yang sudah direncanakan, Djuni tetap merasa beruntung bisa menjadi seorang akademisi.

Menurutnya, tawaran pekerjaan ini sudah memiliki kepastian, ketimbang dia harus bekerja keras lagi untuk berkarier di Jakarta, yang belum tentu memberinya keberuntungan.

Enggak pernah membayangkan bagaimana caranya menjadi dosen. Tahunya Saya lulus bisa langsung kerja,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, pekerjaannya sebagai asisten dosen mengikat Djuni secara psikis untuk menjadi akademisi yang berkembang.

Sampai akhirnya Djuni berada di tahap ini, menjadi dosen tetap PNS sekaligus Kaprodi S1 Departemen PSDK.

Baca juga: Purwanto yang Bijak dan Meneduhkan Telah Tutup Usia

Meskipun rencana kariernya sirna, Djuni menikmati pekerjaannya saat ini.

“Setelah dirasakan, menjadi dosen ternyata banyak menolong. Tahun-tahun awal masih idealis, saat sudah meraih gelar dokter orientasinya bagaimana menolong mahasiswa,” tutur Djuni.

Artinya, Djuni berusaha mengembangkan departemen dengan mendorong seluruh mahasiswanya untuk berkembang secara akademis.

Dosen yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana 10 tahun itu, merasa tersentuh dengan hubungan mahasiswa dengan orang tuanya.

Memandang mahasiswa tidak hanya cukup dilihat dari sisi perkembangan akademiknya, tetapi perlu juga melihat sisi lain, terutama dari kehidupan pribadinya.

Baca juga: Dilema Pendidikan Papua

Menurut Djuni, Penting bagi dosen dan departemen untuk melihat faktor-faktor di luar akademik mahasiswa.

Tentunya upaya ini dapat menunjang kesuksesan mahasiswa semasa kuliah.

“Posisi dosen ini lebih banyak menolong mahasiswa yang problematik itu,” jelas Djuni.

Ia sempat beberapa kali membantu mahasiswanya yang sudah dikejar tenggat waktu kelulusan.

Djuni bahkan mengerahkan beberapa orang untuk menolong mahasiswanya itu.

Bagi Djuni, menjadi staf pengajar tidak hanya transfer knowledge, tetapi juga mempunyai tanggung jawab moral, seperti menolong mahasiswa yang sedang mengalami masalah.

“Ketika sudah diberi amanah menjadi pengurus departemen, tugas tidak hanya mengajar, tetapi menyelesaikan persoalan mahasiswa yang sifatnya personal,” tandas Djuni memaknai perjalanan kariernya di departemen. (Kinanthi)

Baca juga: Kagama Goes to Munas Gelar Gerakan Bali Resik Sampah Plastik