Seni Gamelan untuk Ruwatan Tolak Balak Zaman Prabu Syaelendra

1141
Ulasan tentang kesenian gamelan yang digunakan sebagai sarana tolak balak di zaman Prabu Syaelendra oleh dosen UNY alumnus UGM, Dr. Purwadi. Foto: Ist
Ulasan tentang kesenian gamelan yang digunakan sebagai sarana tolak balak di zaman Prabu Syaelendra oleh dosen UNY alumnus UGM, Dr. Purwadi. Foto: Ist

Oleh Dr. Purwadi S.S., M.Hum.*

 

Gamelan Mendatangkan Keselamatan

Bumi Mataram yang beribukota di Dulangmas sedang dirundung duka nestapa. Wabah krasak menyerang warga perkotaan, pedesaan, pegunungan. Rakyat bingung, gelisah, menderita, tersiksa. Pageblug mayangkara harus segera diatasi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 726. Dengan segala daya upaya Kanjeng Sinuwun Prabu Syaelendra berusaha mengatasi wabah penyakit menular. Raja Mataram Dulangmas ini segera cancut taliwanda.

Langkah cepat dan tepat ini mendapat sokongan dari sahabat Prabu Syaelendra. Beliau adalah Sultan Harun Al Rasyid dari keturunan Bani Abbasiyah di Irak Timur Tengah. Kedatangan pimpinan raja sahabat meliputi kerajaan Mongol, Dinasti Mughal India dan para pembesar Melayu nusantara. Prabu Syaelendra sedang naik daun dalam kancah diplomasi internasional. Program unggulan Prabu Syaelendra yaitu membangun Candi Borobudur yang megah gagah nan indah. Nama raja Mataram Dulangmas tersohor arum kuncara.

Penasihat kerajaan Mataram Dulangmas terdiri dari para sarjana sujana ing budi. Mereka adalah orang yang pilih tanding, kebak ngelmu sipating kawruh. Anggotanya priyagung bergelar Empu, brahmana, pendeta, resi, wiku, Begawan, Kyai, Syekh yang menguasai ilmu agal alus, guno kasantikan, joyo kawijayan. Dewan pertimbangan agung Mataram bermusyawarah di gedung Sitihinggil. Hasil kesepakatan persidangan menetapkan Empu Yogiswara sebagai koordinator penanganan wabah krasak. Prabu Syaelendra mendukung penuh Empu Yogiswara yang terkenal sakti mondroguno, wicaksana ngerti sakdurunge winarah.

Untuk melaksanakan titah suci Sri Baginda Mataram Dulangmas ini, Empu Yogiswara bergandengan tangan bersama rekan Begawan. Upacara awal dilakukan di puncak gunung Bibi. Letaknya 5 KM sebelah timur Gunung Merapi. Bagi kawula Mataram, Gunung Bibi lebih tua dan sakti daripada Gunung Merapi. Tata cara ritual kedua berada di puncak Gunung Tidar. Syekh Subakir dan Kyai Lurah Semar bersemayam di gunung Tidar. Maka harus minta doa restu dulu pada tokoh Kejawen ini. Kegiatan meditasi ini berlangsung pula di puncak Gunung Kendhalisada, Gunung Ungaran dan Gunung Telamaya. Wibawa gunung gunung ini tertulis dalam Serat Pustaka Raja Purwa.

Olah puja brata ahli nujum terkabul. Wangsit yang didapat dari laku spiritual ini cukup penting. Prabu Syaelendra harus menjalankan upacara ruwatan negari. Sarana pokok yang harus tersedia yaitu digelarnya seperangkat gangsa. Pusaka gangsa itu nanti perlu ditabuh oleh wiyaga dan waranggana yang mumpuni dalam hal olah gelaring seni edi peni budaya adi luhung.

Baca juga: Sejarawan UGM Ungkap Kapan Istilah Pageblug Muncul di Tanah Jawa

Daya Magis Gangsa Laras Slendro

Alat musik gangsa ini amat merdu. Tempatnya di Balai terhormat. Cocok untuk meningkatkan wibawa bila menerima tamu agung. Bila ditabuh suara gangsa terdengar gemeter, gumleger, bergaung, berkumandang. Untuk mewujudkan cita cita luhur ini tenaga dan dana Mataram dikerahkan. Untuk membuat seperangkat gangsa yang bermutu tinggi, Prabu Syaelendra terjun langsung di lapangan. Sesaji harus lengkap. Beliau sowan di petilasan para leluhur. Hajat Kerajaan Mataram Dulangmas harus sukses menghilangkan wabah krasak. Sang Prabu yakin bahwa gangsa menjadi sarana tolak balak yang tangguh, wutuh, sepuh dang ampuh.

Kata gangsa merupakan akronim dari kata tiga dan sedaya. Dalam hal ini gangsa merujuk pada campuran dua jenis logam. Komposisi gangsa terbuka dari nikel berjumlah tiga dan perunggu berjumlah sedasa. Gangsa atau tiga sedasa adalah perpaduan nikel perunggu yang menghasilkan logam berwarna gilap mengkilap kemerah merahan. Bentuk, rupa, wujud tampah indah menawan. Sudah barang tentu menjadi alat musik tabuh yang lux dan mahal. Gangsa menjadi sumber gengsi yang prestis bagi pemiliknya. Orang demikian dikatakan sebagai wong sugih mbrewu singgih kang kadulu.

Empu Yogiswara membuat gangsa bertempat di daerah Bekonang, kaki gunung Lawu. Bahan dasarnya diambil dari Gunung Sewu Baturetno. Setiap hari malam Selasa Kliwon besalen gangsa dibawa ke daerah Langenharjo, tepi bengawan Ageng. Tim pembuat gangsa Mataram Dulangmas mesti kuat tirakat, dengan cegah dhahar lawan guling. Bila bulan pinuju purnama sidhi harus tapa kungkum dan tapa ngeli. Jumbuh kang ginayuh, kasembadan kang sinedya. Apalagi ini tugas Kenegaraan, tim pembuat gangsa tentu tidak main main. Lila lan legawa kanggo mulyane negara.

Pada hari Senin wage para ahli nujum sama Poso mutih. Ahli metalurgi bekerja sungguh sungguh, mundhi dhawuh sang Prabu Syaelendra. Dalam kurun waktu telung pasar, pekerjaan besar rampung. Gangsa jadi paripurna dan siap berkumandang di pendopo Mataram Dulangmas. Prabu Syaelendra berbesar hati. Sesepuh pinisepuh Mataram memang punya daya linuwih kang ngedab edabi.

Penabuh gangsa diambil dari wilayah Gombang Pengging. Nak tumanak run tumurun orang Gombang pandai olah tabuhan musik. Cara menabuhnya begitu terasa magis, mistis, wingit, angker berkharisma. Suasana menjadi hening senyap, dhedhep tidhem premanem. Ketika gangsa berkumandang di bangsal pengrawit Sitihinggil Mataram Dulangmas keadaan jadi sepi. Pepohonan tidak bergerak, burung berhenti berkicau, angin istirahat berhembus. Prabu Syaelendra optimis bahwa ini tanda bahwa pageblug mayangkara segera sirna. Yakin pula bahwa Empu Yogiswara berhati bersih jernih. Segala doa permohonan didengar oleh Tuhan. Inilah derajat badan kang wus salira bathara.

Awan yang menyelimuti bumi Mataram Dulangmas pelan-pelan menyisih ke kanan dan ke kiri. Langit biru cerah bersinar. Sekalian orang sakit seketika sembuh. Warga Mataram Dulangmas bergembira ria. Daya magis pusaka gangsa kerajaan terbukti. Dengan sukarela rakyat turut serta memundi mundi pusaka gangsa. Jimat kerajaan harus dihormati oleh semua punggawa dan kawula.

Baca juga: Pesan Terakhir Didi Kempot kepada UGM