Sahid Susanto Muda, Rajin Bantu Orang Tua Berdagang Sampai Jadi Sopir Angkutan

1911

Baca juga: Hewan Kehilangan Habitatnya akibat Ulah Manusia

Dididik Orang Tua untuk Menghargai Uang

Sejak dulu orang tua Sahid selalu mendidiknya menjadi seseorang yang menghargai uang.

Pernah suatu ketika, Sahid meminta dibelikan jam tangan.

Orang tuanya bersedia, tetapi dengan syarat, Sahid harus bekerja membantu dagang orang tua dulu.

Setelah membantu pekerjaan orang tuanya, Sahid berhasil mendapatkan jam tangan yang dia inginkan.

“Orang tua selalu mengajarkan Saya agar bisa menghargai uang. Bahwa uang bukan sesuatu yang bisa didapatkan begitu saja. Itulah hal yang sampai sekarang masih membekas di hati Saya,” ujarnya.

Baca juga: Kecanduan Kopi Berbahaya bagi Kesehatan, Berikut Solusinya

Dapatkan Pelajaran Berharga dari Dunia Usaha

Sahid betul-betul menghargai kerja keras orang tuanya yang mencari uang dengan berdagang.

Namun, kondisi itu menggugah kesadarannya bahwa profesi pedagang waktu itu tidak memberikan penghasilan yang pasti.

Menurutnya, hidup selalu berputar.

Singkat cerita, setelah meraih gelar sarjananya tahun 1979, Ayah Sahid jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit selama dua bulan.

Uang hasil berdagang Sahid dan orang tuanya habis untuk membiayai obat dan rawat inap sang Ayah di Rumah Sakit di Jogja.

Waktu itu belum ada program BPJS seperti sekarang.

Karena modal dagang sebagian juga berasal dari hutang bank, maka ekonomi keluarga betul-betul terpuruk.

Sementara ada tujuh adiknya yang memerlukan biaya untuk sekolah.

Saat itu, adik-adiknya ada yang sudah mahasiswa dan ada yang masih SMU.

Dengan kerja keras, Ibu Sahid seorang diri harus membesarkan, mendidik dan membiayai sekolah maupun kuliah.

Dengan kondisi seperti itu memaksa Sahid dan adiknya harus ikut membantu berdagang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Alhasil, tujuh dari delapan bersaudara Sahid lulusan UGM semua.

Sekarang semua mereka sudah bekerja dan berkeluarga.

Sejak saat itu, Sahid berjuang mendapatkan pekerjaan yang aman dari segi finansial.

Diterima di beberapa instasi pemerintah, tetapi Sahid memilih menjadi dosen dan kini telah mengabdi pada UGM hampir 40 tahun lamanya.

”Itu menjadi titik balik orientasi Saya bahwa dunia usaha dulu itu sangat tidak secure

“Kedua, Saya melihat dosen profesor itu memiliki tugas yang sangat mulia, mendidik dan menjadikan orang sehingga jadi orang yang punya kompetensi ilmu. Apalagi dosen yang profesor selain tugas mulia, juga mempunyai status sosial yang sangat tinggi. Itu menginspirasi Saya saat itu,” pungkas Sahid.

Meskipun demikian, pengalamannya membantu orang tua di dunia usaha, memberikan sense tersendiri bagi Sahid.

Sahid mengaku kini menjadi lebih tajam dalam melihat fenomena pasar.

“Penting juga bagi seorang akademisi mencari cara tepat untuk ‘menjual’ ilmunya,” pungkasnya. (Kinanthi)

Baca juga: Kuliner Halal Jadi Tantangan dalam Pengembangan Pariwisata DIY