Rimbawan KAGAMA: UU Cipta Kerja Harus Didukung, tapi Tetap Utamakan Keselamatan Lingkungan

263
Rimbawan KAGAMA, Dr. Transtoto Handadhari, menyatakan bahwa pelaksanaan UU Cipta Kerja mutlak untuk melindungi fungsi konservasi hutan. Foto: Perwara
Rimbawan KAGAMA, Dr. Transtoto Handadhari, menyatakan bahwa pelaksanaan UU Cipta Kerja mutlak untuk melindungi fungsi konservasi hutan. Foto: Perwara

KAGAMA.CO, JAKARTA – Buku tebal berisikan pasal-pasal yang dihimpun dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kini sedang ‘digoyang’.

Ada 15 bab dan 174 pasal dalam UU Cipta Kerja alias Omnibus Law, termasuk yang membahas percepatan usaha-usaha bidang kehutanan.

Ahli ekonomi kehutanan, Dr. Transtoto Handadhari, menilai, UU Cipta Kerja memang masih perlu pencermatan mendalam.

Namun, terlepas dari substansi positif yang sedang digulirkan, selalu terdapat kekurangan dan hal-hal lain yang perlu penyempurnaan.

“UU Cipta Kerja harus kita dukung agar roda pembangunan berjalan lebih cepat,” tutur Transtoto kepada Kagama.

Baca juga: Perjalanan Gabriel Asem Membangun Tambrauw yang Awalnya Hanya Berupa Perbukitan dan Pantai

Rimbawan KAGAMA ini memandang, Omnibus Law di bidang usaha-usaha kehutanan sebenarnya sudah dimulai di Kanada dan disusun secara lebih lengkap pada 1992.

Kumpulan aturan yang sangat lengkap tersebut bernama Forest Practices Code.

Beberapa negara lain termasuk Malaysia pun sudah menyusunnya. Akan tetapi, kata Transtoto, Indonesia belum.

Transtoto, yang merupakan Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia (YPHI) mengimbau agar semua pejabat yang berwenang wajib memperhatikan pelaksanakan UU Cipta Kerja dan mutlak untuk melindungi fungsi konservasi hutan.

“Meski diizinkan oleh undang-undang dan tata ruang yang sah, secara local specific dan pertimbangan yang bijak para pejabat pusat maupun daerah dilarang dengan mudah mengeluarkan izin aktivitas-aktivitas yang potensial,” kata Transtoto.

Baca juga: KAGAMA Bali Gelar Aksi Donor Darah untuk Dukung PMI di Masa Pandemi