Rimbawan KAGAMA Sebut Kerusakan Hutan di Indonesia Bukan Hanya karena Korporasi

853

Baca juga: Sukses Gelar Festival Indonesia, Dubes Wahid Diganjar Rekor MURI

Di sisi lain, Transtoto menganggap hutan yang tersisa semakin rusak dengan adanya moratorium tebangan dalam kondisi open access dan banyaknya kebutuhan bahan baku kayu bulat.

Pria yang lahir pada 6 Maret 1951 ini pun menyebut lebih baik pelaksanaan dan pengawasan diawasi dengan ketat.

Di samping itu, peningkatan kualitas logged-over area melalui sistem silvikultur intensif (SILIN) dilakukan lebih serius.

Sedangkan dalam hal kepulihan hutan alam bekas tebangan, Transtoto melihat terdapat kesalahan tafsir akibat penggunaan peta citra satelit.

Logged-over area yang sudah hijau bukan berarti pulih kualitas hutan alamnya. Karena yang lebih cepat tumbuh justru spesies-spesies yang tidak bernilai seperti jenis biwan. Kasus ini perlu perhatian serius dari pihak kehutanan dan LIPI.l,” tandasnya.

Bencana Hutan

Kebakaran hutan merupakan bencana lingkungan yang paling sulit dikendalikan, terutama di wilayah hutan ataupun lahan gambut.

Pada umumnya, hal ini terjadi akibat pembakaran serasah tidak sempurna, lalu api memercik ke lahan gambut kering dan hutan.

Hanya hujan deras merata dan berdurasi sampai 3 bulan atau lebih yang bisa memadamkan api dan asap dalam kasus ini.

Transtoto berucap, api yang umumnya berasal dari pembakaran calon ladang masyarakat adalah yang paling sulit dikendalikan, apalagi di ladang yang masih dilindungi oleh UULH tahun 1980.

Meski begitu, akan lebih sulit lagi bila ada pengusaha lahan yang ikut membakar dalam skala yang besar.

Baca juga: Jelang Pelantikan Presiden Jokowi, Fakultas Kehutanan UGM Gelar Doa Bersama dan Tumpengan

Pemerintah Pusat dan korporasi besar, misalnya Sinar Mas dan RAPP, sudah melakukan usaha serius dalam hal pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

Langkah yang sudah dilakukan adalah membangun desa-desa makmur yang peduli kebakaran lahan dan hutan.

Namun, langkah tersebut masih terbatas pada area-area di sekitar konsesinya.

“Mengingat masalah utama yang harus dilakukan adalah membangun kesejahteraan masyarakat untuk mengurangi ketergantungannya terhadap penggunaan api, pemerintah dan pemerintah daerah harus lebih berkonsentrasi di sini,” ujar Transtoto.

“Selain itu, diharapkan memanfaatkan teknologi sederhana pengendalian asap dengan membangun “lahan bakar komunal kedap api” di pusat-pusat peladangan masyarakat”, tuturnya memungkasi. (Tsalis)

Baca juga: Piala Bergilir Saat Mantu Jadi Media Reuni Alumni Kehutanan Angkatan 1979