Raih Doktor, Tahir Ingin Dirikan Leadership Public Policy School di UGM

903

Baca juga: Sumbangsih Mahasiswa UGM di Awal Kemerdekaan RI

“Potensi investasi di Indonesia sangat besar. Pertama, kita punya archipelago country yang terbesar di dunia. Kedua, SDA yang melimpah asal bisa ditata ulang dengan komprehensif. Hal ini berkaitan dengan pengembangan wisata, sehingga pendekatan terhadap culture sangat diperlukan. Terakhir yang paling sulit adalah penyempurnaan sistem BUMN. Karena sebetulnya kekayaan negara ada di tangan BUMN,” jelas Tahir.

Pria yang sebelumnya meraih gelar doktor Honoris Causa dari UGM itu, kini telah resmi meraih gelar doktor di bidang Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan di usianya yang ke-67 dengan predikat Cum Laude.

Tahir Pembelajar yang Cepat dan Brilliant

Wihana selaku promotor sekaligus pembimbing, melihat Tahir sebagai mahasiswa yang brilliant, pembelajar yang cepat, dan pelaku sejarah.

“Dengan teori NIE, ia berhasil membuktikan hipotesanya yang mengatakan bahwa institusi ekonomi tidak berjalan semestinya saat krisis. Dalam hal ini formal dan informal, beserta aturan penegakannya,” ungkap Wihana.

Wihana menjelaskan, institusi formal dan informal tersebut justru mem-predator aturan yang baik.

Baca juga: Ganjar Pranowo Ajak Alumni Berkontribusi Atasi Persoalan Negeri

Guru Besar FEB UGM itu mencontohkan ketidakjelasan pemimpin, adanya praktik KKN, dan lain sebagainya.

“Tahir menggunakan metodologi fenomenologi untuk menangkap novelitas bahwa dia sebagai pelaku di situ. Case study menggunakan diri sendiri,” ujar Wihana.

Sebagai pembimbing, Wihana bangga karena Tahir bisa belajar dengan cepat.

Dikatakan oleh Wihana, Tahir merupakan satu dari lima orang yang lulus dari Program Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM.

Tetapi, diceritakan oleh Wihana, Tahir sering tidak siap mengikuti kuliah.

Baca juga: Asmat, Panggung Budaya Indonesia di Papua