Pusaka Sultan Hadiwijaya yang Digunakan untuk Babat Alas Purbalingga

6898

Baca juga: Pasca Lulus, Alumnus UGM Akan Menghadapi Situasi yang Menarik dan Kompleks di Masa Pandemi

“Purbalingga bermakna Pangeran Jimbun Lingga yang berwenang untuk memimpin,” jelasnya.

Status Onje, yang bergelar Kanjeng Raden Adipati Hanyokrokapti, masih bujangan selama setahun memimpin Kabupaten Purbalingga.

Sesepuh setempat yang perhatian memberi dukungan kepada Onje untuk mempersunting putri Sultan Cirebon, yakni Ratu Pakuwati.

Pernikahan di antara keduanya akhirnya terjadi dengan mahar berupa gupit mandragini buatan Jepara.

Dari pernikahan Onje dan Pakuwati lahir tiga putra: Raden Mas Mangunjaya, Raden Mas Citrokusumo, dan Retno Banuwati.

Baca juga: Ketua UKM Unit Fotografi UGM: Fotografi Bukanlah Kompetisi Alat yang Paling Bagus

Generasi Adipati Onje terus mendapatkan kepercayaan sebagai pemimpin Purbalingga. Yang terakhir adalah Adipati Onje IV yang berkuasa pada selang 1642-1659.

Saat itu, Purbalingga telah masuk dalam wilayah Kesultanan Mataram. Dalam masa Onje Iv menjalankan kemudi pemerintahan, Purbalingga memperlihatkan peran menonjol pada 1653.

Permaisuri Sultan Amangkurat Tegalarum (Raja Mataram saat itu), Ratu Wiratsari menunjuk Purbalingga untuk membangun pesanggrahan di daerah Mrebet.

“Ratu Wiratsari membangun pesanggrahan Purwo Arum. Tempat peristirahatan ini digunakan sebagai sentra agribisnis, wisata budaya dan pelatihan,” ucap Purwadi.

“Tiap bulan diselenggarakan acara besar secara bergilir. Umumnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten pesisir dan bupati Brang Kulon.”

“Kebetulan sekali Kanjeng Ratu Wiratsari memiliki kantor di desa Lesmana Ajibarang Banyumas. Pesanggrahan Purwo Arum di Mrebet begitu laris manis. Masyarakat sekitar tambah mujur makmur.”

“Setiap ada perhelatan, pesta dan event budaya tak lupa ditampilkan tari Lengger dan gamelan Calung. Lagu wajibnya adalah Gendhing Serayu,” pungkas sang dosen UNY. (Ts/-Th)

Baca juga: Upaya Kampus Kerakyatan Kembangkan Hasil Riset Lewat Inkubator Startup