Peta Perbincangan Isu Negatif dalam Pemilu 2019: Isu Identitas Masih Mendominasi

207
Ada sekian banyak daerah di Indonesia yang aktif memperbincangkan isu negatif, tetapi wilayah Jawa Barat dan Maluku cukup mempunyai keunikan.(Foto: Kinanthi)
Ada sekian banyak daerah di Indonesia yang aktif memperbincangkan isu negatif, tetapi wilayah Jawa Barat dan Maluku cukup mempunyai keunikan.(Foto: Kinanthi)

KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Pemilu 2019 masih meninggalkan berbagai isu yang penuh pro dan kontra di tengah masyarakat. Isu negatif kian masif beredar beberapa tahun belakangan, bahkan sampai pesta demokrasi ini usai.

Melalui berbagai media sosial, isu negatif terhadap pihak-pihak penting dalam pelaksanaan pemilu semakin marak, baik saat pra Pemilu, saat Pemilu berlangsung, dan pasca Pemilu. Aktor-aktor yang diserang dalam Pemilu tahun ini adalah kandidat presiden dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebuah penelitian lanjutan mencoba untuk mengupas fenomena ini. Dr. Abdul Gaffar Karim, Dosen DPP UGM dan Wegik Prasetyo, peneliti di Research Centre Politics and Governance (PolGov), bersama Laboraturium Big Data Analytics dan TIFA Foundation, menyelenggarakan diskusi hasil Peta Perbincangan Isu Negatif Dalam Pemilu 2019 di Digilib Cafe FISIPOL UGM pada Senin (29/04/2019)

Hasil riset kali ini diharapkan bisa memunculkan strategi edukasional mengelola kabar bohong dan radikalisme.

Menurut Gaffar, ada sekian banyak daerah di Indonesia yang aktif memperbincangkan isu negatif, tetapi wilayah Jawa Barat dan Maluku cukup mempunyai keunikan, sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut.

“Dua daerah ini memiliki tingkat kerawanan Pemilu paling tinggi menurut Bawaslu,” ujarnya menjelaskan alasan memilih dua wilayah ini sebagai konsen penelitian.

Menurutnya, salah satu hal yang membuat isu negatif semakin berkembang adalah menyebarnya kabar bohong (hoaks).

“Kita memetakan kabar bohong menjadi dua jenis, offline dan online. Kabar bohong offline lebih sulit dideteksi, tidak mudah dikenali, dibandingkan yang online,” ungkap pria yang sehari-harinya mengajar di Departemen Politik Pemerintahan (DPP) UGM ini.

Hoaks menyebar dan menjadi konsumsi publik di semua kalangan. Namun, menurut hasil temuan, efek hoaks lebih banyak terjadi pada mereka yang beusia di atas 40 tahun.