Penyebab Kelompok Agama Legalkan Tindak Kekerasan

800

Baca juga: Alasan Mengapa Jamu Belum Bisa Disetarakan dengan Obat Pabrikan

Namun, dalam kasus-kasus tertentu, kekerasan merupakan wujud dari pilihan tindakan rasional.

Di Indonesia, Cornelis menyebut ada empat jenis kekerasan yang erat kaitannya dengan agama.

Pertama ada kekerasan yang dilakukan dalam ranah agama yang sama. Kedua, yang melibatkan agama yang berbeda. Ketiga kekerasan oleh negara atas nama agama. Keempat kekerasan atas simbol kemaksiatan.

Mengutip pakar Cornelis percaya kekerasan atas nama agama sudah ada sejak era pascakemerdekaan dengan kemunculan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).

Untuk diketahui, DI/TII adalah kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia dan digagas oleh  Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 1949.

Sejak jatuhnya Presiden Soeharto pada 1998,  kelompok yang mirip dengan DI/TII muncul lebih jelas.

Terutama arus deras informasi dari media elektronik makin mudah diakses.

Baca juga: Kunci Kesehatan Tanpa Obat dan Alat

Mereka yang muncul ke permukaan adalah Jemaah Islamiyah yang diduga sebagai dalang terjadinya Bom Bali (2002).

Ada juga ISIS yang diklaim menjadi otak Serangan Sarinah (2016) di Jakarta.

Cornelis menyebut, aksi-aksi yang mereka lakukan bisa karena faktor agama saja dan bisa juga karena faktor politik.

Hal ini bermula dari titik tolak pemahaman keagamaan tertentu yang kemudian diisi oleh muatan politik.

Atau sebaliknya, muatan politik yang kemudian diberikan pembenaran dari agama.

Dia mengklaim sejumlah kelompok punya agenda politik tertentu yang dijustifikasi oleh ayat-ayat suci atau pandangan salah seorang ulama.

Atau bisa juga penggunaan agama sebagai alat justifikasi muncul karena pemahaman kelompok itu dengan keagamaannnya sangat literer alias harfiah.

Baca juga: Tak Hanya Corak Yogyakarta yang Dipamerkan dalam Festival Batik DWP UGM

Dengan pemahaman tersebut, mereka terdorong untuk melakukan tindakan politik tertentu hingga berbuah kekerasan.

Di sisi lain, pakar lain menganggap konflik dan kekerasan yang melibatkan agama meluas akibat bom waktu yang disemai selama kepemimpinan Presiden Soeharto pada Orde Baru.

Hancurnya berbagai lembaga manajemen konflik yang dimiliki komunitas sipil maupun yang dikendalikan negara tak mampu membendung aksi sejumlah kelompok.

Bom waktu yang dimaksud tercipta lantaran ketidakadilan dan marjinalisasi ekonomi, politik, sosial-budaya, serta kelembagaan.

Sementara itu, Orba juga dinilai menjadi masa terjadinya pengikisan identitas budaya suku tertentu. (Tsalis)

Baca juga: Warga Sumbawa Belum Tertarik Pakai Alat Kontrasepsi